Friday, April 26, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Menjaga Lingkungan Itu Bagian Dari Maqashid Syariah

sahjj

 

 

Tatkala akan menciptakan manusia, Allah mengumpulkan para malaikat untuk memberikan informasi awal. Dalam dialog tersebut, Allah akan menciptakan makhkuk baru. Makhkuk itu adalah manusia. Tugas utama yang dibebankan Allah kepadanya adalah menjadi khalifah Allah di muka bumi. Firman Allah:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلُُ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً

Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi.”

Berita ini sangat mengejutkan bagi para malaikat. Bagaimana mungkin Allah akan menciptakan manusia yang menurut asumai mereka hanya akan membuat kekacauan di muka bumi? Menurut malaikat, bahwa menjadi wakil Allah di muka bumi tidaklah perkara mudah. Menjadi khalifah membutuhkan kekuatan iman dan kesucian jiwa. Tanpa itu, yang terjadi justru sebaliknya, yaitu kehancuran alam raya. Malaikat khawatir bahwa manusia yang diberi amanah besar untuk membangun peradaban itu, tidak memiliki syarat iman. Maka yang terjadi adalah peperangan dan berebut kepentingan individu dengan melupakan tugas utama manusia, yaitu sebagai khalifah di muka bumi. Ini pula yang menjadi alasan malaikat “protes” terhadap kehendak Allah tersebut. Kata malaikat:

 

قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَآءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ

Mereka berkata : “Apakah Engkau hendak menjadikan di bumi itu siapa yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”

 

Namun kegamangan malaikat itu segera dijawab Allah:

قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ

Allah berfirman : “Sesungguhnya Aku me-ngetahui apa yang tidak Engkau ketahui. (QS. Al-Baqarah: 30)

 

Jadi sejak awal dari tujuan penciptaan manusia adalah menjadi khalifah di muka bumi. Maksud dari khalifah adalah “wakil Tuhan” untuk membangun peradaban. Alam raya ini sepenuhnya diserahkan Allah kepada manusia untuk diurus dan ditata demi kemaslahatan mereka.

 

Tenti saja ini bukan tugas ringan. Ini adalah amanat yang sagat berat. Untuk itulah manusia diberi bekal yang tidak dimiliki banyak makhluk Allah di muka bumi ini, yaitu akal pikiran. Dengan bekal akal ini, manusia sanggup menerima beban syariat. Dengan akal pula, manusia dapat menyerap berbagai macam ilmu pengetahuan yang dapat digunakan untuk menundukkan alam raya. Inilah mengapa setelah ayat di atas, berlanjut dengan ayat yang terkait dengan bekal ilmu pengetahuan bagi manusia ini.

 

وَعَلَّمَ ءَادَمَ الأَسْمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَئِكَةِ فَقَالَ أَنبِئُونِي بِأَسْمَآءِ هَؤُلآءِ إِن كُنتُم صَادِقِينَ {31} قَالُوا سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَآ إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ {32} قَالَ يَآءَادَمُ أَنبِئْهُم بِأَسْمَآئِهِمْ فَلَمَّآ أَنبَأَهُمْ بِأَسْمَآئِهِمْ قَالَ أَلَمْ أَقُل لَّكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنتُمْ تَكْتُمُونَ {33}

“Dia mengajar kepada Adam nama-nama seluruhnya, kemudian memaparkannya kepada para malaikat, lalu berfirman : “Sebutkanlah kepadaKu nama-nama benda itu, jika kamu ‘orang-orang’ yang benar.” Mereka berkata : “Maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Allah berfirman : “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini !” Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman : “Bukankah sudah Aku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan kamu sembunyikan?”

 

Peradaban manusia di antaranya dapat dibangun dengan memanfaatkan berbagai sumber alam yang ada. Allah sendiri telah menyerahkan alam raya seisinya, baik yang ada di langit, bumi, daratan dan lautan kepada manusia. Firman Allah:

 

وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Artinya: Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu  Al-Jatsiyah: 13

 

أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً ۗ وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلَا هُدًى وَلَا كِتَابٍ مُنِيرٍ

Artinya: Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. QS. Luqman: 20
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ

Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلائِفَ الأرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ

Artinya : Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al-An’am: 165)

 

 

Masih banyak lagi ayat-ayat yang menerangkan mengenai mandate Allah yang diberikan kepada manusia untuk menata dan mengesplorasi berbagai materi yang ada di jagat raya demi kemaslahatan manusia. Jadi, membangun dunia ini merupakan amanah langsung dari Tuhan yang tidak bisa dibuat main-main. Sebagai seorang hamba hendaknya menjaga dan melaksanakan amanah dengan baik.

 

Jika kita memperlakukan alam ini tidak semestinya, dengan kata lain bukan membangun namun merusak, kita hanya mengekploitasi alam tanpa melihat dampak lingkungan, ekosistem dan kemanusiaan, itu artinya kita telah menyalahi amanah yang telah dibebankan kepada kita. Pemanfaatan yang tidak sesuai dengan tuntunan syariat jelas terlarang. Firman Allah:
وَلا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ بَعْدَ إِصْلاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ

Artinya : Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al-A’raf: 56)
وَلا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلا تَعْثَوْا فِي الأرْضِ مُفْسِدِينَ

Artinya : Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.  (Al-Syuara’: 183)

 
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Artinya : Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Ar-Rum: 41)

 

Memanfaatkan alam raya tetap ada rambu-rambu syariat dan bukan sesuka hati. Alam raya telah diturunkan dengan “undang-undang alam”. Jika kita menyalahi undang-undang tersebut, maka yang rugi adalah kita sendiri. Undang-undang itu pasti dan tidak bisa dirubah lagi. Firman Allah:

فَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللَّهِ تَبْدِيلاً وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللَّهِ تَحْوِيلاً)

Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunah Allah, sekali-kali kamu tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunah Allah itu. (QS. Fathir: 43)

سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللَّهِ تَبْدِيلاً

 

Artinya: sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu. (QS. Al-Ahzab: 62)

 

Terdapat hubungan kausalitas di alam raya ini. Ada “rantai” ekosiatem. Ada “rantai” manfaat dan mudarat. Jika hutan dibakar dan ditebang secara liar tanpa memperhatikan dampak lingkungan, maka akan muncul banyak bencana yang akan merugikan umat manusia. Akan timbul pemanasan global, kekeringan, dampak ekonomi sampai banjir. Hasil tambang pun tidak boleh diekspolasi tanpa memperhatikan dampak lingkungan.

 

Di benak seorang muslim, jika ingin memanfaatkan karunia Allah di muka bumi, ia tidak hanya berfikir dari sisi materi saja. Ia akan berfikir, apakah keuntungan materi ini berbanding lurus dengan amanah yang dibebankan Allah kepadanyaa? Jika tidak maka keuntungan materi tadi menjadi tidak ada gunanya.

 

Menjaga lingkungan, bisa dimulai dari hal yang sangat sederhana yaitu menjaga keberaihan dengan tidak membuang sampah sembarangan, tidak melempar sampah ke sungai atau ke jalanan. Kebersihan merupakan bagian kecil dari penjagaan terhadap lingkungan. Dan ini sangat dianjurkan Islam. Firman Allah:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.”
(QS. Al-Baqarah: 222)

Rasulullah saw memerintahkan kita untuk menyingkirkan duri di jalanan. Menyingkirkan duri itu dianggap bagian dari keimanan Sabda Rasulullah saw:

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: َاْلاِيْمَانُ بِضْعٌ وَ سِتُّوْنَ اَوْ سَبْعُوْنَ شُعْبَةً، اَدْنَاهَا اِمَاطَةُ اْلاَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ، وَ اَرْفَعُهَا قَوْلُ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ. البخارى و مسلم و ابو داود و الترمذى و النسائى و ابن ماجه

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Iman itu ada enam puluh cabang lebih atau tujuh puluh cabang lebih. Yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan yang paling tinggi ialah ucapan ~Laa ilaaha illallooh~ (Tidak ada Tuhan selain Allah)”. [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah]

 

Duri ini contoh sederhana dari onggokan sampah di jalanan. Mafhum muwafaqahnya,atau kiyas ali-nya adalah bahwa sesuatu yang lebih besar dari itu, tentu lebih dianjurkan, seperti menyingkirkam membersihkan tumpukan sampah, membuat kemnyamanan lingkungan dan lain sebagainya. Poin utamanya adalah masalah lingkungan tadi.

 

Pada prinsipnya kita dilarang membuat sesuatu yang kiranya dapat menimbulkan mudarat bagi orang lain. Dalam kaedah fikih dikatakan:

لا ضرار ولا ضرار

Tidak boleh (ada) bahaya dan menimbulkan bahaya.” 

 

Dari paparan di atas kiranya dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya menjaga lingkungan merupakan bagian penting dari maqashid syariah. Imam Syathibi dalam kitab Muwafaqatmya tidak memasukkan menjaga lingkungan (hifzhul bi’ah) dari lima tujuan primer diturunkannya hokum syariat. Menurut hemat kami, bisa jadi karena lingkungan di masa Imam Syathibi lebih natural. Kerusakan lingkungan mungkin belum separah yang kita saksikan saat ini.

 

Imam Syathibi tidak melihat kasus seperti sekarang di mana banyak oknum dari para kapitalis yang mengeaplorasi alam raya tanpa ada pertimbangan nila moral. Para kapitalis itu hanya berpikiran mendapatkan keuntungan materi saja. Mereka bahkan mengorbankan ribuan nyawa hanya demi kepentingan materi itu. Perang saudara yang melanda Timur Tengah dan telah memakan korban jutaan nyawa serta merusak segalanya, menjadi bukti ril kekejaman para kapitalis ini. Mereka hanya ingin mengambil keuntungan dari perang. Di Indonesia, banyak pembakar hutan yang tidak peduli dengan dampak lingkungan dan sosial. Berapa yang tersakiti akibat kabut asap, masuk rumah sakit, tersendatnya roda ekonomi, sekolahan yang menjadi bagian dari menjaga akal sampai diliburkan, sama sekali mereka acuhkan.

 

Jika imam Syathibi melihat kondisi ril prilaku umat manusia saat ini, barangkali Imam Syathibi akan memasukkan menjaga lingkungan (hifzhul bi’ah) sebagai bagian dari prinsip dasar maqashid syariah.

 

Jadi mereka yang melanggar masalah penjagaan linglungan sesungguhnya telah melanggar prinsip dasar hukum syariah. Hukuman bagi pelaku pelanggaran terhadap prinsip dasar syariah sangat berat, bahkan bisa sampai hukuman mati. Jika pelaku perusakan lingkungan itu sampai menimbulkan korban jiwa, maka hukuman yang paling sesuai adalah diqhisahsh atau hukuman mati. Wallahu alam

 

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

five − 4 =

*