Friday, April 26, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Ijtihad Umar bin Khatab Terkait Pembagiann Ghanimah

 

Umar bin Khatab pernah melakukan ijtihad yang secara zhahir, nampaknya bertentangan dengan nas. Di antara ijtihad khalifah Umar tersebut adalah pembagian ghanimah yang berupa tanah tidak dibagikan kepada para tentara, padahal tanah tersebut diperoleh dengan peperangan untuk pembukaan daerah? Bukankah harta tersebut bukan Fa’i yang memang pembagiannya murni otoritas Rasulullah saw, Kholifah atau Ulil Amri? Bukankah masalah ghanimah aturannya sudah dijelaskan secara rinci dalam al-Quran dan harus dibagi kepada para tentara yang ikut andil dalam peperangan?

Terkait pembagian ghanimah, sesungguhnya Umar melihat dua maslahat sekaligus yaitu 1. Maslahat bagi negara. 2. Maslahat bagi penduduk. Masalahat untuk umat negara, dapat dilihat dari sisi keputusan Umar yang membiarkan tanah menjadi milik penduduk. Hanya saja, Umar mewajibkan pajak tanah (kharraj) yang sifatnya tahunan. Uang pajak ini masuk ke kas Negara. Secara ekonomi, jelas pajak menjadi masukan kontinyu  bagi negara. Jika masukan banyak dan kontinyu, yang untuk adalah Negara. Tentu saja, harta tadi akan kembali kepada umat Islam.

  1. Menguntungkan pendududuk. Dengan membiarkan tanah menjadi milik penduduk, bearti memberikan sumber kehidupan dan penghidupan bagi masyarakat. Ia tidak menjadi pengemis yang akan meminta-minta kepada orang lain. Ia mempunyai tumpuan untuk menunjang kehidupan sehari-hari.

Apa yang dilakukan oleh khalifah Umar bin Khatab, sesungguhnya karena kedalaman Umar bin Khatab dalam memahami nas. Umar melihat ruh dan spirit nas terkait dengan maslahat hamba. Alasan Umar membiarkan tanah pada pemiliknya agar mereka punya sumber penghidupan. Ini artinya Umar tidak mau membiarkan mereka mati kelaparan. Dalam ilmu maqashud memberikan jaminan penghidupan ini hukumnya wajib dan disebut dengan istilah hifzhunnafsi min haitsu wujudihi (menjaga jiwa agar tetap eksis). Sikap tersebut juga menguntungkan Negara karena menjadi sumber kas Negara. Pengembangan keuangan ini terkait erat dengan menjaga harta atau hifz al-mal. Jadi, Umar tetap mengacu pada maslahat.

Khalifah Umar bin Khatab menggunakan dalil maslahat dengan melihat pada “upaya menutup pintu bencana kebinasaan”. Jadi Umar menggunakan kaedah Sadd Adzariah dengan melihat dari sisi eksistensi penghidupan penduduk (hifz annafs).

Andai harta itu diberikan kepada militer, kira-kira apa yang akan terjadi? Akan muncul banyak masalah sosial. Akan ada orang yang tidak mempunyai sumber penghidupan. Ia menjadi orang miskin. Bisa jadi,ia akan menjadi pengemis yang menjadi sumber masalah bagi Negara. Atau bias jadi malah ia melakukan tindakan criminal. Jika ini terjadi, maka yang dirugikan adalah Negara. Mafsadah yang akan ditimbulkan jauh lebih besar dan ini harus dihindari. Dalam kaedah ushul dikatakan:
تقدم المصلحة الكبيرة على المصلحة الصغيرة
Didahulukan maslahat besar dari maslahat kecil

تقدم المصلحة الدائمة على المصلحة العريضة او المؤقتة
Didahulukan kepentingan yang lrbih abadi daripada kepentingan yang bersifat temporal

تقدم المصلحة المتيقنة على المصلحة المظنونة
Didahulukan maslahat yang sudah pasti dari maslahat yang masih meragukan.

[ درء المفسدة مقدم على جلب المصلحة
Menutup mafsadah didahulukan daripada untuk mendapatkan maslahat

Dr. Yusuf al-Qaradhawi memberikan jawaban yang sangat rinci, ringkasnya sebagai berkut:

  1. Bahwa tidak semua harta hasil taklukan tentara muslim itu bisa disebut dengan ghanimah. Ghanimah adalah harta yang bisa dibawa, seperti kuda-kuda, emas perak, pedang dan lain sebagainya. Sementara tanah rampasan tidak termasuk.
  2. Tidak semua perintah Nabi Muhammad saw menunjukkan makna wajib. Ia baru menjadi sebuah kewajiban manakala ada indikator kewajiban.
  3. Umumnya, prilaku Nabi Muhammad saw adalah sikap beliau sebagai kepala negara yang melihat sesuatu berdasarkan pada maslahat bangsa dan negara.
  4. Di Khaibar, Rasul membagi tanah kepada para tentara. Pembagian ini lebih kepada kebutuhan masyarakat Madinah kala itu, ini pun tidak semu tanah Khaibar dibagi.
  5. Waktu terjadi Fathul Makkah, Rasulullah saw sama sekali tidak membagi tanah Mekah kepada tentara. Ini artinya bahwa nabi Muhammad tidak selalu membagi tanah hasil pembukaan kepada tentara Islam.
  6. Melakukan sesuatu, atau meninggalkan sesuatu merupakan bagian dari sunnah rasulullah saw. Keduanya bisa dilaksanakan sesuai dengan maslahat. Artinya, pembagian tanah atau tidak, akan ditinjau dari sisi maslahat umat Islam.

Lagi pula yang mengusulkan tidak adanya pembagian tanah tadi bukan hanya Umar, namun juga Ali dan sahabat lainnya. Di sini para Sahabat sesungguh tidak mendahulukan maslahat dari nas, namun menerapkan nas seauai dengan konteks dan kebutuhan umat. Wallahu alam

 

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

17 + 18 =

*