Friday, March 29, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Umar bin Khathab Menangguhkan Hukuman Hudud

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ فَمَن تَابَ مِن بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Al-Mâidah:38-39)

Pada masa Umar bin Khatab, pernah ada seseorang yang melakukan tindakan pencurian. Waktu itu, sedang terjadi muslim paceklik sehingga mengakibatkan gagal panen. Pencuri itu berhasil diringkus dan dihadapkan kepada Khalifah Umar bin Khatab ra.

Umar bin Khatab ra tidak serta merta memberikan hukuman potong tangan kepada si pencuri. Umar mempertanyakan dulu, sebab apa yang mengakibatkan dia mencuri. Dari sana, muncullah pengakuan bahwa ia mencuri karena terpaksa. Ia dan keluarganya dalam posisi butuh makan. Memang waktu itu sendang kondisi paceklik. Panas berepanjangan mengakibatkan para petani gagal panen. Dengan kondisi seperti itu, Umar lantas membuat keputusan bebas kepada pencuri. Ia tidak dijatuhi hukuman potong tangan.

Apakah Umar menggugurkan nas? Tentu saja tidak. Apa yang dilakukan Umar sesunggunya karena sikap Umar bin Khatab ra yang memahami benar terkait ruh, spirit dan maqashid nas. Umar tidak membaca nas secara literal, atau sekadar memahami nas dengan tinjauan semantik belaka. Karena jika pemahaman semanik yang didahulukan, maka pencuri, siapapun ia dan bagaimanapun kondisinya, asal sudah mencapai batas minimal, maka ia dapat dikenakan hukum potong tangan.

Bagi Umar bin Khatab ra, hukum potong tangan tidak serta merta bisa diterapkan. Ada persyaratan yang cukup ketat agar seseorang bisa dipotong tangannya, di antaranya adalah bahwa ia mencuri bukan karena terpaksa karena untuk menyambung hidupnya. Bahkan pencuri seperti ini jika tertangkap, justru harus mendapatkan perhatian. Ia harus mendapatkan hak dari baitul mal. Penghidupannya sesungguhnya mendapatkan dijamin negara. Bukankah di negeri ini berlaku, “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”, seperti klausul pada Pasal 34 ayat (1) UUD 1945?.

Pencuri juga tidak dipotong tangan ketika kondisi negara dalam keadaan kelaparan. Hal ini, karena terdapat kemungkinan bahwa pencuri melakukan tindak kriminal karena kebutuhan mendesak. Kecuali jika terdapat pengakuan dari dirinya, atau ada indikasi tertu yang menunjukkan bahwa ia mencuri bukan karena terpaksa dan bukan karena kebutuhan, maka ia layak untuk mendapatkan hukuman potong tangan. Terkait gugurnya hukuman bagi pencuri karena factor di atas, terdapat kaedah yang umum digunakan oleh ulama ushul yaitu:
الحدود تدرأ بالشبهات
Hudud dapat dihindari karena adanya syubuhat.
Yang dimaksudkan dengan syubuhat di sini adalah ketidakjelasan kondisi pencuri karena factor-faktor di atas. Kaedah tersebut diambil dari oleh hadis Rasulullah saw:

ادرؤوا الحدود بالشبهات عن المسلمين ما استطعتم فان وجدتم المسلم مخرجا فخلوا
Hindarilah hukuman-hukuman dari orang-orrang islam semampumu. Apabila engkau menemui jalan keluar (selain had), maka bebaskanlah mereka. (HR. Timidz)
Batas minimal harta yang dicuri adalah 3 dihram atau sepertempat dinar. 1 dinar sekitar 1.400.000,- (1 juta empat ratus rupiyah). Jika seperempat dinar bearti sekitar 350 ribu. Ia mencuri bukan karena kebutuhan, atau mencuri karena memang sudah menjadi profesinya. Ia hidup hanya bergantung dari tindakan kriminal yang diharamkan agama. Barang yang dicuri, juga tersimpan rapi, seperti di rumah, di tempat penitipan seperti bank, atau mencuri account, membobol ATM, dan modus lainnya.

Saat ini ada pencuri lebih dahsyat. Mereka tidak mengambil uang sebesar 350 ribu, namun jutaan, milyaran bahkan trilyunan rupiyah. Mereka adalah para pejabat negara, yang sesungguhnya dapat hidup berkecukupan dari gaji bulanan. Namun karena sikap tamak dan jiwa materialistisnya, gaji besar itu tidak cukup. Atau karena sikap tamak dan upaya untuk menumpuk harta dengan hidup bermewah-mewah. Atau bisa jadi karena ia menjadi pejabat dengan cara yang tidak baik, dengan bermodal milyaran rupiyah sehingga ketika menjadi pegawai pemerintahan, yang dipikirkan adalah upaya untuk mengembalikan modal yang telah ia keluarkan. Tidak ada jalan lain bagi mereka selain mencuri uang Negara. Ahirnya mereka berubah profesi menjadi koruptor.

Jika dibandingkan dengan batas minimal pencurian yang hanya sekadar 350 ribu, maka sesungguhnya mereka sudah tidak layak lagi menyandang gelar pencuri. Mereka tidak masuk orang yang hukumannya dipotong tangannya. Mereka adalah para perampok uang Negara. Dalam Islam, perampok, hukumannya sangat berat, yaitu dibunuh dan disalib dengan dipotong tangan dan kakinya. Hal itu, karena mereka telah melanggar amanah, mengkhianati rakyat dan negara. Dengan prilaku korup ini, jutaan masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan. Hukuman perampok sebagaimana firman Allah berikut ini:
إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS. Al Maidah: 33)
Di negeri ini, terlalu banyak para perampok. Ratusan kepada daerah yang terjaring KPK, namun hukumannya sangat tidak setimpal. Akibatnya korupsi tetap menjadi budaya dan profesi menggiurkan. Barangkali, korupsi yang menjadi momok masyarakat akan berkurang jika mereka mendapatkan hukuman salib. Orang akan berfikir dua kali untuk mengambil harta negara, apalagi sampai jumlahnya trilyunan rupiyah. Kapankah kondisi itu bias terjadi? Wallahu a’lam

 

==================================

Bagi yang ingin wakaf tunai untuk pembangunan Pondok Modern Almuflihun, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +201120004899

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

nine + 11 =

*