- Jika dalam nash syarit terdapat lafazh musytarak, maka ketetapan makna harus dilihat terlebih dahulu. Jika makna ganda tersebut satu berasal dari makna bahasa dan yang lain berasal dari makna syariat, maka yang harus didahulukan adalah makna syariat. Contoh lafazh shalat, zakat dan lain-lain.
- Jika lafazh tersebut memiliki makna ganda, maka yang harus dipakai adalah satu makna saja sesuai dengan indikator (qarînah) yang menunjukkan arah makna yang dimaksud. Contoh ( قُرُوء) yang berarti waktu suci dan waktu haidh.[1]
[1] Ibid.