Friday, April 26, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Bagi Muhammadiyah, Allah Itu Wajibul Wujud


Jika kita membuka HPT Bab Iman, kita akan menemukan ungkapan sebagai berikut ini:

يَجِبُ عَلَيْنَا اَنْ نُؤْمِنَ بِا للهِ رَبِّنَا ( 4) وَهُوَ الْإِلَهُ الْحَقُّ الَّذِى خَلَقَ آُلَّ شّيْئٍ
وَهُوَ الواَجِبُ الوُجُوْدِ ( 5)
Wajib kita percaya akan Allah Tuhan kita (4). Dialah Tuhan yang sebenarnya, yang menciptakan segala sesuatu dan Dialah yang pasti adanya

Wajibul wujud sesungguhnya adalah istilah dari para filsuf Yunan seperti plato dan Aresto dan kemudian diambil oleh para filsuf Muslim seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, Ibnu Tifail dan lain-lain. Dari para filsuf, lalu diambil oleh para ulama kalam.

Hanya menurut Ibnu Taimiyah, Ibnu Sina justru yang mengambil dari ulama kalam dengan mengatakan sebagai berikut:

وأما الكلام بلفظ ” الواجب الوجود ” ، و ” ممكن الوجود ” : فهذا من كلام ابن سينا وأمثاله ، الذين اشتقوه من كلام المتكلمين المعتزلة ونحوهم ، وإلا فكلام سلفهم ، إنما يوجد فيه لفظ العلة والمعلول ” انتهى من ” الصفدية

Kata wajibul wujud, dan mumkinul wujud sesungguhnya adalah pernyataan Ibnu Sina dan para filsuf lainnya yang diambil dari pendapat para ulama kalam dari kaolangan muktazilah dan lainnya. Atau perndapat orang sebelum mereka. Ini mirip dengan terminology illat dan ma’lul

Umumnya para filsuf atau ulama kalam membagi wujud menjadi dua, pertama wajibul wujud dan kedua mumkinul wujud. Wajibul wujud adalah sesuatu yang wujudnya niscaya (harus ada) tanpa membutuhkan sesuatu yang lain. Ia wujud sejak masa azal, tidak bermula dan akan selalu wujud sampai waktu tak terhingga.

Mumkinul wujud adalah sesuatu yang wujudnya membutuhkan faktor lain. Atau sesuatu yang bias jadi wujud, atau bias jadi tidak wujud. Atau wujud yang ada permulaan. Imam Tiftazani dalam kitab syarhu al-Aqaid an-Nasfiyyah menyatakan sebagai berikut:
واجب الوجود هو الذي يكون وجوده من ذاته ولا يحتاج لشيء أصلاً
Wajibul wujud adalah yang wujudnya berasal dari dzatnya dan tidak membutuhkan dari yang lain.
Imam Razi dalam kitab al-Mathab al-Aliyah menyatakan sebagai berikut:
فسرنا واجب الوجود بذاته بأنه الموجود الذي تكون حقيقته غير قابلة للعدم البتة
Kami memaknai wajibul wujud bidzatihi, bahwa ia maujud yang dzatnya tidak akan pernha tiada untuk selamanya.
Syaih Abdurrahman al-Barrak dalam kitab ar-Risalah at-Tadmiriyyah menyatakan sebagai berikut:
فالوجود نوعان : واجب وممكن ، فالأول : وجود الله تعالى ، والثاني : وجود كل مخلوق سوى الله تعالى ، لأن كل مخلوق مسبوق بالعدم ، ويجوز أن يلحقه فناء ” فالأشياء في حكم العقل ثلاثة : واجب وممكن وممتنع. فالواجب ما لا يقبل الحدوث ولا العدم ، والممكن : ما يقبل الوجود والعدم ، والممتنع : ما لا يقبل الوجود” انتهى من “شرح الرسالة التدمرية” للشيخ عبد الرحمن البراك

Maujud dibagi menajdi dua, wajib dan mumkin. Yang pertama adalah wujud Allah. Yang kedua adalah wujud semua makhluk selain Allah. Karena semua makhluk didahului dengan ketiadaan dan memungkinkan untuk sirna. Sesuatu menurut ulama logika dibagi menajadi tiga, wajib, mumkin dan mumtani. Wajib adalah sesuatu yang tidak mungkin bermula dan tidak mungkin sirna. Mumkin yaitu sesuatu yang munkin wujud dan mungkin sirna. Mumtani yaitu sesuatu yang tidak mungkin wujud sama sekali. (Syarhu ar-Risalah at-Tadmiriyyah)

Meskipun Ibnu Taimiyah mengakui bahwa istilah wajibul wujud berasal dari Yunan yang kemudian diadopsi oleh para filsuf muslim dan ulama kalam, namun istilah ini juga digunakan oleh Ibnu Taimiyah. Dalam kitab majmu fatawa, beliau menyatakan sebagai berikut:
فإن واجب الوجود بنفسه لا يكون محتاجا إلى غيره
Bahwa wajibul wujud binafsisi, ia tidak membutuhkan dengan yang lain.
Ibnu Taimiyah juga menyatakan:
: فإن الله تعالى الخالق قديم أزلي واجب الوجود بنفسه قيوم.
Sesungguhnya Allah adalah sang pencipta, qadim, azali, wajibul wujud binafsihi, qayyum.

Wajibul wujud sering dijadikan sebagai argumen oleh ulama kalam untuk membuktikan keberadaan Allah seperti yang tertuang dalam kitab kitab ibkarul afkar karya imam amidi, al-Mathalib al-Aliyah karya imam Razi, syarhul Mawaqif karya Imam Jurjani, Syarhul Maqashid karya Tiftazani dan lainnya. Argumen yang umum digunakan sebagai berikut:
Alam sifatnya hadis. Sesuatu yang hadis pasti membutuhkan yang lain untuk mewujudkannya. Wujud yang memujudkan tadi, tentu membutuhkan hal lain lagi untuk mewujudkannya. Dan ini akan terus berantai.
Mustahil jika ia berantai terus tiada batas. Ia akan sampai pada rantai terahir yang wujudnya niscaya dan tidak membutuhkan wujud lain. Ialah wajibul wujud. Ia lah Allah ta’ala.

Meksi demikian, tidak semua ulama setuju menyebutkan Allah dengan istilah wajibul wujud. Syaih Utsaimnin misalnya, menyatakan bahwa menyebut nama Allah harusnya dengan asmaul husna saja atau nama-nama yang terdapat dalam kitab suci dan sunnah nabi. Sementara nama lain seperti wajibul wujud, tidak layak dinisbatkan kepada Allah ta’ala.

Hanya saja, yang dimaksudkan para ulama kalam dan filsuf dengan istilah wajibul wujud itu, bukan bearti memberikan julukan baru kepada Allah. Ia sekadar logika murni untuk membuktikan bahwa Allah adalah dzat yang memang niscaya harus ada dan keberadaannya tidak membutuhkan yang lain.

Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, di Bab Iman, sedari awal selalu menggunakan berbagai terminologi yang umum digunakan oleh ulama kalam, termasuk istilah wajibul wujud ini. Generasi awal tarjih, nampaknya sangat terpengaruh para ulama kalam, khususnya dari kalangan Asy’ariyah. Terkait keberadaan Allah pun, Muhammadiyah merajihkan pendapat yang menggunakan istilah wajibul wujud sebagai bukti keberadaan Allah. Wallahu a’lam
.
=====================
Bagi yang ingin wakaf tunai untuk pembangunan Pondok Modern Almuflihun, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +201120004899

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

15 + 10 =

*