Thursday, April 25, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Menyikapi Perbedaan Persepsi Tuhan

 

Seri Syarah HPT Bab Iman.

Artikel ke-33

 

Jika kita baca Himpunan Putusan Tarjih BAB Iman, kita akan menemukan kalimat berikut ini:

 

اَمَّا بَعْدُ فَاِنَّ الفِرْقَةَ النَّاجِيَةَ (1 (مِنَ السَّلَفِ اَجْمَعُوا عَلَى الإِعْتِقَادِ بِأَنَّ العَالَمَ آُلَّهُ حَادِثٌ خَلَقَهُ االلهُ مِنَ العَدَمِ وَهُوَ اَىِ العَالَمُ) قَابِلٌ لِلفَنَاءِ (2 (وَعَلَى اّنَّ النَّظْرَ فِى الكَوْنِ لِمَعْرِفَةِ االلهِ وَاجِبٌ شَرْعًا (3 (وَهَا نَحْنُ نَشْرَعُ فِى بَيَانِ اُصُولِ العَقَائِدِ الصَّحِيْحَةِ.

Kemudian dari pada itu, maka kalangan ummat yang terdahulu, yakni mereka yang terjamin keselamatannya (1), mereka telah sependapat atas keyakinan bahwa seluruh ‘alam seluruhnya mengalami masa permulaan, dijadikan oleh Allah dari ketidak-adaan dan mempunyai sifat akan punah (2). Mereka berpendapat bahwa memperdalam pengetahuan tentang ‘alam untuk mendapat pengertian tentang Allah, adalah wajib menurut ajaran Agama (3). Dan demikianlah maka kita hendak mulai menerangkan pokok-pokok kepercayaan yang benar.

 

Sebelumnya telah kami sampaikan bahwa syarat seseorang dinyatakan beriman dan mengikuti Tuhan sesuai dengan persepsi yang benar adalah dengan ikrar dua kalimat syahadat. Ikrar ini akan berimplikasi terhadap prilaku dirinya dan juga kewajiban untuk menjalankan syariat Islam. Jadi, iman adalah keyakinan dalam hati, ucapan lisan dengan ikrar melafalkan dua kalimat syahadat serta dibuktikan dengan amal perbuatan.

 

Kenyataannya tidak semua manusia beriman kepada Allah. Tidak semua manusia mau berikrar dengan mengucapkan kalimat tauhid. Banyak dari mereka yang tetap bersikukuh terhadap Tuhan-tuhan sesui dengan perspektif masing-masing. Hal ini bukan saja terjadi saat ini, bahkan tatkala Rasulullah saw berdakwah kepada orang kafir Quraisy pun, banyak dari mereka yang bersikukuh dengan menyembah Tuhan-tuhan perspektif mereka.

Paman Nabi Muhammad saw sendiri, yang selama itu hidupnya selalu bersma Nabi Muhammad saw dan membela dakwah nabi dengan sepenuh hati, pun tetap teguh pendirian dan tidak mau beranjak dari keyakinan lamanya. Ia tetap dengan keyakinan nenek moyang. Ia tidak mau mengikrarkan kalimat tauhid.

أَنَّهُ لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الوَفَاةُ جَاءَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلِ بْنَ هِشَامٍ، وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي أُمَيَّةَ بْنِ المُغِيرَةِ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَبِي طَالِبٍ: ” يَا عَمِّ، قُلْ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، كَلِمَةً أَشْهَدُ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ ” فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ: يَا أَبَا طَالِبٍ أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ المُطَّلِبِ؟ فَلَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْرِضُهَا عَلَيْهِ، وَيَعُودَانِ بِتِلْكَ المَقَالَةِ حَتَّى قَالَ أَبُو طَالِبٍ آخِرَ مَا كَلَّمَهُمْ: هُوَ عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ المُطَّلِبِ، وَأَبَى أَنْ يَقُولَ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَمَا وَاللَّهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْكَ» فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى فِيهِ: {مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ} [التوبة: 113] الآيَةَ

Ketika Abu Thalib hendak meninggal dunia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatanginya. Di dekat Abu Thalib, beliau melihat ada Abu Jahal bin Hisyam, dan Abdullah bin Abi Umayah bin Mughirah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan kepada pamannya, ”Wahai paman, ucapkanlah laa ilaaha illallah, kalimat yang aku jadikan saksi utk membela paman di hadapan Allah.” Namun Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayah menimpali, ’Hai Abu Thalib, apakah kamu membenci agama Abdul Muthalib?’

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terus mengajak pamannya untuk mengucapkan kalimat tauhid, namun dua orang itu selalu mengulang-ulang ucapannya. Hingga Abu Thalib memilih ucapan terakhir, dia mengikuti agama Abdul Muthalib dan enggan untuk mengucapkan laa ilaaha illallah. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertekad, ”Demi Allah, aku akan memohonkan ampunan untukmu kepada Allah, selama aku tidak dilarang.” Lalu Allah menurunkan firman-Nya di surat at-Taubah: 113. dan al-Qashsas: 56. (HR. Bukhari dan Muslim )

Firman Allah di surat at-Taubah:

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

”Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat (Nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.” (QS. At-Taubah: 113).

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. (QS. Al-Qashsas: 56)

hal ini dikuatkan pula oleh Ibnu Katsir. ketika menafsirkan ayat di atas, beliau menyatakan sebagai berikut:

قال ابن عباس، وابن عمر، ومجاهد، والشعبي، وقتادة: إنها نزلت في أبي طالب حين عَرَضَ عليه رسولُ الله صلى الله عليه وسلم أن يقول: “لا إله إلا الله” فأبى عليه ذلك. وكان آخر ما قال: هو على ملة عبد المطلب.

Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Mujahid, as-Sya’bi, dan Qatadah mengatakan, ayat ini turun berkaitan dengan Abu Thalib, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak dia untuk mengucapkan laa ilaaha illallah, namun dia enggan untuk mengucapkannya. Dan terakhir yang dia ucapkan, bahwa dia mengikuti agama Abdul Muthalib. (Tafsir Ibn Katsir, 6/247).

 

Apakah kewajiban kita terhadap mereka yang tidak mau berikrar dan masuk ke agama Islam? Setidaknya da dua hal, yaitu berdakwah dan kedua bersikap toleransi.

Pertama, Berdakwah

Allah menurunkan kitab suci al-Quran, bukan untuk sekadar untuk dinikmati sendiri. Kitab suci diturunkan untuk segenap umat manusia agar menerima hidayah Allah. Kitab suci harus disebarkan dengan jalur dakwah dengan menyeru manusia ke jalan yang benar.

Dakwah dilakukan oleh para nabi dan akan terus berlanjut hingga ahir zaman. Dakwah adalah sebuah kewajiban. Tanpa dakwah, umat manusia akan tersesat dan mendapatkan kesengsaraan hidup di dunia dan akhirat. Terkait kewajiban dakwa ini, allah berfirman:

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِوَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh untuk berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. – (Q.S Ali Imran: 104)

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِوَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh kepada yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Sebagian di antara mereka ada orang-orang yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik. – (Q.S Ali Imran: 110)

Rawsulullah saw bersabda:

2) مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ

Rasulullah pernah bersabda: “Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu, apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah pertanda selemah-lemah iman” (HR. Muslim)

 

Keistimewaan umat Muhammad adalah kemauan dan selalu ada orang yang berdakwah. Pekerjaan dakwah bukanlah yang sepele. Akan banyak rintangan dan halangan yang selalu menyertai para dai. Namun dakwah untuk beramar makruf dan nahi munkar tetap harus dijalankan. Dakwah Islam, bisa dilakukan secara mandiri atau berkelompok dengan membentuk organisasi keislaman. Muhammadiyah, NU, Persis, FPi dan banyak orms Islam di negeri ini, fungsi fitalnya diantaranya adalah untuk berdakwah itu, yaitu mengajak manusia untuk menjalankan kebaikan dan mengingatkan manusia agar meninggalkan semua yang dilarang oleh Allah.

 

Dakwah bisa dilakukan dengan teladan, harta, tenaga, ilmu pengetahuan, bahkan jiwa. Manusia bisa berdakwah sesuai dengan kadar dan bidang yang ia geluti. Menjadi seorang dai, tidak harus menjadi Kyai terlebih daulu. Karena hakekat dakwah, adalah menyeru kepada kebaikan sesuai dengan tuntunan kitab suci.

Dakwah harus dilakukan dengan cara yang paling baik. Sebagus apapun nilai yang ingin kita sampaikan, jika dilakukan dengan jalan yang tidak baik, maka hasilnya menjadi tidak baik. Oleh karena itu, tuntunan dan cara berdakwah diterangkan dengan rapi oleh al-Quran seperti firman Allah:

ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

 

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl [16]:125)

Pilihan mencari jalan dan sarana dakwah, bukan yang baik dari yang buruk, tapi yang terbaik dari yang baik. Ini artinya bahwa kita harus pandai menentukan pilihan, jeli melihat celah dan rapi dalam melakukan aksi dakwah. Sikap brutal dan mudah mengkafirkan orang lain, bukanlah perintah al-Quran, dan juga tidak pernah dicontiohkan oleh rasulullah saw.

وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ كَذَٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِم مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Dan janganlah kalian memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am)

Dalam menafsirkan ayat di atas, Ibnu Katsir mengatakan sebagai berikut:

يقول تعالى ناهيا لرسوله صلى الله عليه وسلم والمؤمنين عن سب آلهة المشركين ، وإن كان فيه مصلحة ، إلا أنه يترتب عليه مفسدة أعظم منها ، وهي مقابلة المشركين بسب إله المؤمنين ، وهو الله لا إله إلا هو كما قال علي بن أبي طلحة ، عن ابن عباس في هذه الآية : قالوا : يا محمد ، لتنتهين عن سبك آلهتنا ، أو لنهجون ربك ، فنهاهم الله أن يسبوا أوثانهم ، ( فيسبوا الله عدوا بغير علم (

Allah Swt. berfirman, melarang Rasul-Nya dan orang-orang mukmin memaki sembahan-sembahan orang-orang musyrik, sekalipun dalam makian itu terkandung maslahat, hanya saja akan mengakibatkan mafsadat (kerusakan) yang lebih besar daripada itu. Kerusakan yang dimaksud ialah balasan makian yang dilakukan oleh orang-orang musyrik terhadap Tuhan kaum mukmin, yaitu: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia. (Al-Baqarah: 255)

وقال عبد الرزاق ، عن معمر ، عن قتادة : كان المسلمون يسبون أصنام الكفار ، فيسب الكفار الله عدوا بغير علم ، فأنزل الله : ( ولا تسبوا الذين يدعون من دون الله )

 

Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma’mar, dari Qatadah, bahwa dahulu orang-orang muslim sering mencaci maki berhala-berhala orang-orang kafir, maka orang-orang kafir balas mencaci maki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.

 

Kedua, toleran

Jika dalam menjalankan dakwah sudah dilakukan dengan jalan terbaik sementara mereka tetap tidak mau beriman, maka bersikaplah toleran. Biarkan mereka memilih agama mereka. Jangan ganggu mereka. Silahkan mereka beribadah sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Biarkan mereka melakukan ajaran sesuai keyakinan mereka, dan bagi kita, akan kita laksanakan ajaran agama kita.

قُلْ يَاأَيُّهَا الْكَافِرُوْن # لاَ اَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَ # وَلاَ أَنْتُمْ عَابِدُوْنَ مَا اَعْبُدُ # وَلاَ أَنَا عَابِدُ مَا عَبَدْتُمْ # وَلاَ أَنْتُمْ عَابِدُوْنَ مَا اَعْبُدُ # لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ

Artinya: Katakanlah: Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku. (Q.S. al-Kafirun: 1-6).

 

Karena perbedaan pendapat dan pilihan hidup, merupakan naluri manusia. Kita tidak diperkenankan memaksa mereka untuk sama dengan pandangan kita. Kita tidak diperolehkan untuk memaksa mereka agar berikrar dan bersyahadat. Mereka yang mempunyai pilihan mutlak, untuk memilih jalan kebenaran atau memilih jalannya sendiri. Jika dakwah sudah kita sampaikan dan mereka tidak mau, maka kita telah terlepas dari beban dakwah.

وَ مِنۡهُمۡ مَّنۡ يُّؤۡمِنُ بِهٖ وَمِنۡهُمۡ مَّنۡ لَّا يُؤۡمِنُ بِهٖ‌ؕ وَرَبُّكَ اَعۡلَمُ بِالۡمُفۡسِدِيۡنَ. وَاِنۡ كَذَّبُوۡكَ فَقُلْ لِّىۡ عَمَلِىۡ وَلَـكُمۡ عَمَلُكُمۡ‌ۚ اَنۡـتُمۡ بَرِيۡٓــُٔوۡنَ مِمَّاۤ اَعۡمَلُ وَاَنَا بَرِىۡٓءٌ مِّمَّا تَعۡمَلُوۡنَ‏

Artinya: Dan di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al Qur’an, dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan. Jika mereka mendustakan kamu, Maka Katakanlah: “Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang Aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Yunus: 40-41)

 

Tatkala Nabi Muhammad SAW melakukan dakwah kepada orang kafir Quraisy dengan membawa kitab suci, Orang-orang Quraisy ada yang beriman dan ada juga yang tidak. Tugas rasulullah adalah menyampaikan dakwah. sementara itu, hidayah berada di tangan Allah. kita berserah diri kepada allah, apakah mreka akan menerima dakwah atau tidak.

وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ ۖ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ ۚ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا ۚ وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ ۚ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا

Artinya : Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (Q.S. al-Kahfi: 29)

Kita tidak diperbolehkan memaska mereka untuk beriman, dengan intimidasi, pemaksaan secara ekonomi atau lainnya. iman adalah tunduk mutlak dengan keyakinan penuh dalam hati. Iman tidak bisa dipaksakan. Jika lisan mengaku beriman, namun hati tidak mengakui Sang Pencipta, ia hanya akan menjadi orang munafik. Justru orang seperti ini sangat berbahaya dalam perjalanan umat Islam.

لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Artinya: “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang amat Kuat (Islam) yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”

 

 

وَلَوۡ شَآءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ ٱلنَّاسَ أُمَّةٗ وَٰحِدَةٗۖ وَلَا يَزَالُونَ مُخۡتَلِفِينَ

Terjemahan: Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. (Q.S. Hud: 118)

 

Kita tetap diperintahkan untuk bersikap baik kepada mereka. Bersilaturrahmi dan menjalin komunikasi dengan mereka. Boleh melakukan akad jual beli dan melakukan utang piutang kepada mereka. Silahkan tengok mereka ketika sakit. silahkan ucapkan bela sungkawa tatkala mereka terkena musibah. silahkan bantu mereka tatkala mereka sedang kesulitan.

 

Hanya saja, bersikap toleran tersebut ada batasnya. Ada rambu-rambu yang tidak dapat diganggu gugat, yaitu terkait dengan proses ibadah. Haram hukumnya kita mengikuti ibadah mereka. Haram hukumnya kita bersama mereka ke gereja untuk ikut melakukan seremoni kebaktian. Barangkali sebagia orang menganggap bahwa ini sesuai dengan penduduk Indonesia yang bhineka. Bahkan sebagian menyebut dengan istilah Fikih Kebinekaan. Atau ada pula yang berdalih untuk penelitian ilmiah. Namun toleran dan sikap seperti ini sesungguhnya tidak ada landasan fikih sama sekali. Fikih harus dilandasi dengan dalil, dan disini semua dalil memberikan larangan. Mereka yang ikut melakukan kebaktian di gereja, sama artinya menggadaikan akidah atas nama toleransi. Jadi, jalankanlah ibadah, lakukan toleransi sesuai dengan koridor yang telah digariskan oleh hukum syariah. wallahu a’lam

 

===================
Bagi yang ingin wakaf tunai untuk pembangunan Pondok Modern Almuflihun, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +201120004899

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

8 + 17 =

*