Menurut bahasa, wilâyah artinya pertolongan atau keturunan. Ada yang mengatakan bahwa wali artinya hakim. Menurut jumhur ulama, seorang wali nikah, lebih baik dari kerabat dekatnya. Wali dimaksudkan bukan untuk mengekang calon mempelai, atau merubah nasab mempelai.
Abu Hanifah berpendapat bahwa apabila wanita tidak mempunyai wali, ataupun dia mempunyai wali tetapi mengekang keberadaannya, maka perwalian bias diambil alih oleh hakim. Madzhab Hanafi menambahkan bahwa syarat wali di antaranya adalah bahwa ia orang merdeka, menyanggupi sebagai wali, orang terdekat dari mempelai, atau seorang hakim. Hal ini dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan Aisyah bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
أيما امرأة نُكِحَتْ بغير إذن مواليها فنكاحها باطل باطل باطل
Artinya: “Wanita mana saja yang menikah tanpa izin walinya, maka pernikahan tersebut batil, batil, batil”.[1]