Friday, April 26, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Jumhur Ulama Membolehkan Pernikahan Dengan Kitabiyyah, Mengapa Di Indonesia Haram?

nikah beda agama

 

Ahli kitab adalah umat sebelum Islam yag diberi oleh Allah kitab suci. Mereka ini adalah orang Yahudi dan Nasrani. Disebut sebagai ahli kitab karena Allah ta’ala telah menurunkan kitab suci sebagai panduan hidup untuk mereka. Kitab Taurat diturunkan kepada nabi Musa as. Umat nabi Musa as ini sering disebut dengan Yahudi. Allah menurunkan kitab Injil kepada Nabi Isa as. Pengikut nabi Isa ini sering disebut dengan penganut agama kristen atau Nasrani.

 

Pada masa Rasulullah saw, baik Injil maupun Taurat sudah terjadi penyelewengan. Mengenai hal ini banyak diungkapkan oleh al-Quran, di antaranya adalah firman Allah dalam surat al-Maidah 13-19 berkut:

  1. فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ وَنَسُوا حَظًّا مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ وَلا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلَى خَائِنَةٍ مِنْهُمْ إِلا قَلِيلا مِنْهُمْ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاصْفَحْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
    (Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit di antara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.

    14.  وَمِنَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَى أَخَذْنَا مِيثَاقَهُمْ فَنَسُوا حَظًّا مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ فَأَغْرَيْنَا بَيْنَهُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَسَوْفَ يُنَبِّئُهُمُ اللَّهُ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
    Dan di antara orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya kami ini orang-orang Nasrani”, ada yang telah Kami ambil perjanjian mereka, tetapi mereka (sengaja) melupakan sebahagian dari apa yang mereka telah diberi peringatan dengannya; maka Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat. Dan kelak Allah akan memberitakan kepada mereka apa yang selalu mereka kerjakan.

    15. يَا أَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ كَثِيرًا مِمَّا كُنْتُمْ تُخْفُونَ مِنَ الْكِتَابِ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ قَدْ جَاءَكُمْ مِنَ اللَّهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُبِينٌ
    Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan.

    16. يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ 
    Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.

    17.  لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ قُلْ فَمَنْ يَمْلِكُ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا إِنْ أَرَادَ أَنْ يُهْلِكَ الْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَأُمَّهُ وَمَنْ فِي الأرْضِ جَمِيعًا وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا يخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
    Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putra Maryam”. Katakanlah: “Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al Masih putra Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang berada di bumi semuanya?” Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang di antara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

    18.  وَقَالَتِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى نَحْنُ أَبْنَاءُ اللَّهِ وَأَحِبَّاؤُهُ قُلْ فَلِمَ يُعَذِّبُكُمْ بِذُنُوبِكُمْ بَلْ أَنْتُمْ بَشَرٌ مِمَّنْ خَلَقَ يَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ 
    Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: “Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya”. Katakanlah: “Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?” (Kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia (biasa) di antara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada antara keduanya. Dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu).

    19. يَا أَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ عَلَى فَتْرَةٍ مِنَ الرُّسُلِ أَنْ تَقُولُوا مَا جَاءَنَا مِنْ بَشِيرٍ وَلا نَذِيرٍ فَقَدْ جَاءَكُمْ بَشِيرٌ وَنَذِيرٌ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ 
    Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syariat Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul, agar kamu tidak mengatakan: “Tidak datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan”. Sesungguhnya telah datang kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

 

Jadi secara jelas dikatakan bahwa ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani sejak zaman Rasul sudah melenceng. Nasrani bahkan sudah berpaham Trinitas. Meski demikian, Allah tetap menganggap mereka sebagai ahli kitab. Allah tetap menggunakan lafal ahli kitab dalam berdialog dengan mereka.

 

Lantas, apa hukum menikahi ahli kitab? Jumhur ulama mengatakan bahwa jika laki-laki muslim menikahi wanita ahli kitab hukumnya boleh.  Dalil yang biasa digunakan adalah firman Allah berikut:
وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ ۖ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ

“Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu” [al-Maidah/5: 5]

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai orang-orang Majusi.

سُنُّوا سُنَّةً أَهْلِ الْكِتَابِ غَيْرَ نَا كِحِي نِسَائِهِمْ وَلاَ أَكْلِى ذَبَائِحِهِم

“Berbuatlah kalian kepada mereka seperti yang berlaku bagi Ahli Kitab, selain menikahi wanita-wanita mereka dan tidak makan daging sembelihan mereka” (Tanwir Al-Hawalik Syarh Al-Muwaththa Malik). U
Perilaku para sahabat, yaitu bahwa sebagian dari para sahabat pernah menikahi ahli kitab, di antaranya adalah Utsman Radhiyallahu ‘anhu, beliau telah menikahi Nailah binti Al-Gharamidhah Al-Kalbiyyah. Ia seorang wanita Nasrani, lalu masuk Islam dengan perantara beliau. Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu menikah dengan seorang wanita Yahudi dari Al-Madain.
Di antara yang membolehkan pernikahan dengan ahli kitab adalah Utsman, Thalhah, Ibnu ‘Abbas, Jabir, Hudzaifah –radhiyallaahu ‘anhum-. Adapun dari kalangan tabi’in diantaranya Sa’id bin al-Musayyib, Sa’id bin Jubair, Hasan, Mujahid, Thawus, Ikrimah, asy-Sya’bi, Dhahak dan ahli fiqih yang lain. Ulama kontemporer seperti halnya Dr. Yusuf al-Qaradhawi, Syaih Muhammad Hasan,  Dr. Abdurrahman bin Hasan dan lain sebagainya.

 

Bagaimana dengan Indonesia? Jika dilihat dari dalil-dalil di atas, dan juga pendapat para ulama baik dari kalangan sahabat, tabiin dan juga ulama kontemporer banyak yang membolehkan. Hanya saja, hukum Islam selalu melihat dari sisi maslahat dunia dan akhirat. Hukum Islam tidak kaku dan selalu melihat pada sisi manfaat dan mudarat.

 

Bisa saja sesuatu yang haram menjadi halal dalam kondisi darurat, seperti halnya makan daging babi untuk sekadar bertahan hidup karena terpaksa. Ini masuk dalam ranah hifzh annafsi (menjaga jiwa). Di sini menjaga jiwa harus didahulukan dibanding dengan kematian.

 

Sebaliknya, bisa saja suatu persoalan dibolehkan secara agama, namun dalam realitanya menghadapi kondisi yang berbeda sehingga hukumnya menjadi haram. Contoh rilnya adalah masalah menikahi wanita Kristen ini.

 

Di Indonesia banyak sekali kasus seseorang murtad karena faktor pernikahan beda agama. Mereka banyak yang lemah iman dan menikah sekadar untuk meluapkan nafsu. Hukum agama menjadi prioritas yang kesekian.

 

Di tambah lagi dengan Kristenisasi yang luar biasa. Umat Kristen melakukan berbagai macam cara untuk memurtadkan umat Islam. Pernikahan ini mencari sarana efektif bagi mereka untuk mengkristenkan umat Islam.

 

Dalam maqashid syariah disebutkan bahwa menjaga agama hukumnya wajib. Segala perbuatan yang kiranya bisa melunturkan keberagamaan harus dicegah. Pernikahan antar agama ini menjadi sarana efektif untuk meluturkan keberagamaan seseorang. Untuk itu ia juga harus dicegah.

 

Selain itu, kita menggunakan kaedah sad- dzariah yaitu menutup pintu kemudaratan. Artinya, pernikahan beda agama sangat berpotensi untuk dijadikan sarana seseorang keluar dari agama Islam. untuk itu pintu menuju ke sana harus ditutup rapat-rapat. Salah satunya dengan mengharamkan pernikahan beda agama ini.

 

Juga kaedah lain, yaitu

درء المفاسد مقدم على جلب المصالح

Menangkal mafsadah harus didahulukan daripada untuk mendapatkan suatu maslahat.

 

Menikah dengan kitabiyah ini menimbulkan mafsadah bagi eksistensi agama. Sementara agama ini masuk dalam kebutuhan primer syariat atau yang ddisebut dengan adh-dharuriyat. Meski ia mengandung maslahat, namun jika ditimbang antara maslahat dengan mafsadahnya jauh lebih banyak mafsadahnya. Untuk itu, maka pernikahan beda agama ini harus di tutup.

 

Apakah ini tidak menyalahi hokum agama? Apakah merubah fatwa ini diperbolehkan? Jawabnya adalah kaedah berikut, seperti yang dinyatakan oleh Ibnul Qayyim dalam kitab I’lamul Muwaqqiin:
تغير الفتوى واختلافها بحسب تغير الازمنة والامكنة والاحوال والنيات والعوائد

Artinya: Perubahan fatwa dan perbedaannya terjadi menurut perubahan zaman, tempat, keadaan, niat dan adat istiadat

 

Melihat kaedah tadi, maka perubahan fatawa ini tidak dianggap menyalahi hokum syariat. Bahkan ia sendiri bagian dari hukum syariat. Hal itu karena hokum syariat selalu melihat maslahat hamba, seperti pernyataan Ibnul Qayyim dalam kitab I’lamul Muwaqqiin mengatakan, “Landasan dan pondasi hukum syariat adalah maslahat hamba baik di dunia maupun di akhirat. Syariat semuanya adil, semuanya rahmah, semuanya mengandung maslahat, dan semuanya mengandung hikmah. Semua persoalan yang keluar dari jalur keadilan menuju kezhaliman, dari rahmah kepada sebaliknya, dari maslahat menuju mafsadat, dan dari hikmah menuju kesia-siaan, maka itu bukan lagi bagian dari syariat, meski itu sudah ditakwil”.

 

Dalam kitabnya, Iz Ibnu Abdussalam dalam kitab Qawaidul Ahkam berkata, “Mendahulukan maslahat yang kemungkinan besar akan didapatkan dari mafsadah yang kemungkinan kecil akan muncul merupakan perbuatan baik yang terpuji. Menutup mafsadah yang kemungkinan besar akan muncul, dari maslahat yang kemungkinan kecil akan muncul itu perbuatan baik dan terpuji” Jadi, inilah yang menjadi alas an mengapa pernikahan dengan wanita Kristen di Indonesia di haramkan. Wallahu alam.

 

 

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

seven + six =

*