Friday, April 26, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Benarkah Kiyas Syafii Mengadopsi Dari Logika Yunani?

dfsa

Beberapa waktu lalu, saya membaca tulisan di siperubahan.com, yang menurut hemat penulis banyak terjadi kesalahan fatal. Artikel tersebut nampak sekali ingin menunjukkan mengenai superioritas Barat terhadap ajaran Islam namun tanpa didasari dengan kajian obyektif. Artikel tersebut juga melihat piranti ijtihad yang dihasilkan oleh ulama islam cenderung bermuatan politis dan dipengaruhi oleh geopolitik yang muncul pada waktu itu.

 

Sepintas, artikel tadi terpengaruh dengan paham dialektika materialis yang menjadikan materi sebagai pengaruh dominan terhadap pemikiran seseorang. Dialektika materialis itu, banyak mempengaruhi pemikir muslim kontemporer seperti Nasir Hamid Abu Zaid, Hasan Hanafi dan Mahmud Ismail. Saya akan memberikan jawaban secara sepotong-sepotong, karena terkait tema yang berbeda-beda. Artikel lengkapnya bisa dibaca di link berikut ini:

http://www.siperubahan.com/read/1444/Pengaruh-Filsafat-Yunani-dalam-Pemikiran-Hukum-Islam
pernyataan pertama:

Adapun pemikiran hukum Islam atau fikih/fiqh banyak dipengaruhi oleh filsafat Aristoteles. Tradisi fiqh mengenal adanya sumber-sumber hukum; yaitu Alquran, sunnah, ijma’ dan qiyas. Elemen yang disebut qiyas dianggap bernuansa aristoteles. Secara etimologis, qiyas berarti mengukur, memastikan, membandingkan sesuatu yang semisalnya. Sementara itu, secara istilah, qiyas adalah menghubungkan suatu perkara yang tidak ada dalil tekstual tentang hukumnya kepada perkara lain yang ada dalil hukumnya karena adanya persamaan ‘illat atau sebab yang memengaruhi lahirnya suatu hukum (effective cause). Pengetian qiyas semacam ini adalah qiyas dalam pemahaman Imam Syafi’i dan setelahnya, sedangkan qiyas sebelum masa asy-Syafi’i hanya digunakan untuk menunjukan kesamaan dua kasus yang serupa (analogi) yang dimulai dengan penggunaan pendapat pribadi (ra’yu) dalam kasus-kasus yang tidak ada dalil teksnya.

 

Tanggapan:
1. Kiyas yang digunakan oleh Imam Syafii berbeda secara struktur dengan kiyas Aristoteles.  Detailnya sebagai berikut:

Kiyas Imam Syafii:

Syarat kiyas ada empat:

  1. Asal
  2. Cabang
  3. Hukum
  4. Illat

Asal merupakan satu entitas yang sudah termakub baik dalam al-Quran maupun hadis. Cabang merupakan entitas lain yang tidak termaktub baik dalam al-Quran maupun hadis. Jadi asal bukanlah cabang dan cabang bukan pula asal. Keduanya merupakan entitas yang berbeda.

 

Untuk mengetahui kesamaan hukum pada cabang, harus diketahui terlebih dahulu kepastian hukum yang terdapat pada asal. Jika asalnya haram, maka cabang menjadi haram. Jika asalnya halal, maka cabangnya pun hala. Hanya saja, kesamaan hukum tadi syaratnya harus memiliki illat yang sama.

Contoh:

Asli: Khamar

Cabang: Bir

Hukum: haram

Illat: memabukkan

 

Khamar adalah hukum asal seperti yang tertulis dalam al-Quran.

Bir adalah entitas lain dan bukan khamar.

Memabukkan adalah illat yang sama, antara khamar dan bir. Artinya, khamar bias memabukkan, dan bir juga bias memabukkan. Karena kesamaan illat itulah, maka hukumnya jadi sama, yaitu haram.

 

Logika Arestoteles:

Logika Arestoteles, syaratnya ada empat, yaitu:

  1. Mukadimah shugra
  2. Mukadimah kubra
  3. Had al awsad
  4. Natijahlkonklusi

 

Antara mukadimah sughra dan kubra saling berkaitan dan merupakan satu entitas. Mukadimah kubra merupakan bagian dari mukadimah sughra, dan bukan entitas yang berbeda.

 

Contoh:

Mukadimah sughra: Setiap yang memabukkan adalah khamar.

Mukadimah Kubra: Setiap khamar adalah haram.

Had al-awsad: Khamar.

Had awsad adalah kata yang sama dari dua ungkapan kalimat. Jika dilihat dari dua ungkapan kalimat di atas, kata yang sama adalah “khamar”.

Natijah/konklusi: Setiap yang memabukkan adalah haram.

 

Bir memabukkan, bearti ia adalah khamar. Dan setiap khamar adalah haram. Jadi bir hukumnya haram.

 

Jika di lihat dari model logika Arestoteles di atas, bir merupakan satu entitas dengan khamar. Ia berada dalam lingkaran khamar. Dari sini saja jelas sekali bahwa logika Imam Syafii dengan logia Aresto sangat berbeda. Jadi jika dikatakan bahwa Imam Syafii terpengaruh dengan logika Aresto jelas salah.

 

Memang benar bahwa logika Aresto juga dipakai oleh para sebagian para ulama ushul, namun minoritas yaitu Ibnu Hazm yang bermazhab Zhahiri. Sementara jumhur ulama menggunakan kiyas bayan seperti yang dipakai oleh Imam Syafii.

 

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

6 + 18 =

*