Friday, April 26, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Berbeda Dengan Wahabi, Muhammadiyah Tidak Menjadikan Hadis Ahad Hujah Dalam Akidah

Di HPT Muhammadiyah dinyatakan:

جِبُ عَلَيْنَا اَنْ نُؤْمِنَ بِمَا جَاءَ بِهِ النَّبِىُّ صَلَّى االله عَلَيهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ الْقُرْآنُ وَمَا تَوَاتَرَ الْخَبَرُ عَنهُ تَوَاتُرًا صَحِيحًا مُسْتَوْفِيًا لِشُرُوْطِهِ وَإِنَّمَا يَجِبُ الإِعْتِقَادُ عَلَى مَا هُوَ صَرِيْحٌ فِى ذَالِكَ فَقَطْ وَلاَ تَجُوْزُ الزِّيَادَةُ عَلَى مَاهُوَ قَطْعِىٌّ بِظَنِّىٍّ لِقَوْلِهِ تَعَالَ: إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا (يُونُس: 36 .( وَشَرْطُ صِحَّةِ الإِعْتِقَادِ فِى ذَالِكَ أَنْ لاَ يَكُونُ فِيهِ شَيئٌ يَمَسُّ التَّنْـزِيْهَ وَعُلُوَّ الْمَقَامِ الْاِلهِىِّ عَنْ مُشَابَحَةِ الْمَخْلُوْقِينَ فَاِنْ وَرَدَ مَا يُوْهِمُ ظَاهِرُهُ ذَالِكَ فِى الْمُتَوَاتِرِ وَجَبَ الإِعْرَاضُ عَنْهُ بِالتَّسْلِيْمِ لِلّهِ فِى العِلْمِ بِمَعْنَاهُ مَعَ الإِعْتِقَادِ بِأَنَّ الظَّاهِرَ غَيْرُ المُرَادِ أَوْ بِتَأْوِيلٍ تَقُومُ عَلَيهِ القَرَائِنُ الْمَقْبُوْلَةُ.

PERHATIAN Kita wajib percaya akan hal yang di bawa oleh Nabi s.a.w. yakni AlQur’an dan berita dari Nabi s.a.w yang mutawattir dan memenuhi syaratsyaratnya. Dan yang wajib kita percayai hanyalah yang tegas-tegas saja, dengan tidak boleh menambah – nambah keterangan yang sudah tegas – tegas itu dengan keterangan berdasarkan pertimbangan (perkiraan), karena firman Allah: “Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran.” (Surat Yunus:36). Adapun syarat yang benar tentang kepercayaan, dalam hal ini ialah jangan ada sesuatu yang mengurangi keangungan dan keluhuran Tuhan, dengan mempersamakan-Nya dengan makhluk. Sehingga andaikata terdapat kalimat-kalimat yang kesan pertama mengarah kepada arti yang demikian, meskipun berdasarkan berita yang mutawattir (menyakinkan), maka wajiblah orang mengabaikan makna yang tersurat dan menyerahkan tafsir arti yang sebenarnya kepad Allah dengan kepercayaan bahwa yang terkesan pertama pada pikiran bukanlah yang dimaksudkan, atau dengan takwil yang berdasarkan alasan-alasan yang dapat diterima.

Teks di atas secara jelas menyatakan bahwa mUhammadiyah dalam akidah hanya menerima hadis mutawatir.

Jika kita buka kitab-kitab ushul fikih, hamper semua ulama ushul sepakat bahwa dalam urusan akidah, digunakan hadis mutawatir. mereka tidak menerima hadis ahad secara independen dalam urusan akidah. Hal ini bisa dilihat dalam kitab al-Burhan karya Imam Haramain, al-Mustasfa karya Imam al-Ghazali, al-Ihkam karya Imam Amidi dan lain sebagainya. Bahkan Ibnu Taimiyah dalam kitab-kitabnya seperti Dar’u Ta’arrudi al-Aqli wa an-Naqli, Minhajussunnah, as-Sail a-Maslul juga hanya menerima hadis mutawatir untuk urusan akidah.

Hanya sedikit dari ulama hadis yang menggunakan hadis ahad sebagai hujah dalam akidah secara independen seperti al-Albani dan Ibnul Qayyim al-Jauziyyah. Mereka menganggap bahwa hadis, baik untuk urusan akidah atau syariat, selama ia shahih maka harus diterima. Karena banyak hadis ahad yang terkait dengan urusan akidah dan ia shahih. Jika ia tidak dijadikan hujah, maka akan berimplikasi kepada penolakan banyak hadis shahih.

Hanya pendapat kedua ini ditolak oleh Jumhur ulama ushul dengan beberapa alas an sebagai berikut:
1. Bagi mereka, akidah merupakan persoalan sangat esensial dan menyangkut perkara qat’iy. Maka yang harus digunakan adalah dalil-dalil yang secara tsubut adalah qat’i. Dalils tsubut yang qat’iy iy adalah al-Quran dan hadis mutawatir saja.

2. Akidah yang sifatnya ushul merupakan persoalan pokok dan tidak berubah. Selamanya Allah tetap satu dan tiada duanya. Selamanya berita al-Quran adalah benar. Selamanya kiamat, hari kebangkitan, surge dan neraka dan lain sebagainya adalah nyata. persoalan-persoalan tadi sifatnya pasti dan tidak berubah. Jika menggunakan hadis ahad, maka masih ada kemungkinan benar dan salah. Karena ahad masih ada ruang ijtihad. Bisa saja suatu hadis oleh seorang ulama hadis dianggap shahih, sementara bagi ulama hadis lain dianggap tidak shahih. Jadi, untuk urusan akidah, persoalan ini menjadi problem.

3. Akidah bukanlah perkara ijtihadiyah. Kebenarannya telah ditetapkan oleh al-Quran dan sunnah mutawatirah secara pasti. Maka tidak ada ruang ijtihad dalam akidah. Seseorang tidak boleh khilaf terkait ushulul akidah (perkara pokok akidah), karena menyelisihi hal ini dianggap sudah keluar dari Islam.

semua kelompok Islam baik ahli sunnah, khawarij, syiah, muktazilah dan lain sebagainya sepakat mengenai keesaan Tuhan, kebenaran al-Quran, hari akhir, dan perkara ghaibiyat lainnya. Mereka hanya beda di cabang akidah (furu’ akidah). Oleh karenanya, mereka tetap dianggap muslim. Jika kelompok Islam atau individu menyelisihi perkara pokok, kafirlah ia.

4. Akidah terkait dengan muslim dan kafir. Dua perkara tadi bukanlah sesuatu yang ringan. Kafir atau mukmin akan berimplikasi kepada banyak hal, di antaranya terkait tali pernikahan. Seorang Muslim haram menikahi orang musyrik. Demikian juga sebaliknya, orang musyrik tidak diperkenankan menikahi orang muslim. Jika seorang muslim menikahi wanita muslim, lalu istrinya murtad, maka pengadilan harus memisahkan keduanya. mereka harus diceraikan.

Juga terkait dengan harta waris. Anak yang kafir, tidak bisa mewarisi harta warisan dari orang tuanya yang muslim. Kafir, dalam kondisi tertentu juga terkait erat dengan darah. Kafir harbi, bisa halal darahnya. jadi, kafir muslim ini bukan persoalan sepele. Beda dengan persoalan furu fikih yang sesame muslim masih bisa toleran. Seorang yang bermadzhab Hambali, boleh shalat di belakang imam yang bermadzhab Syafii. Demikian juga sebaliknya. Antar mereka juga boleh saling menikahi. Jadi, untuk furu fikih tidak ada persoalan.

Oleh karena urusan akidah ini sangat penting, maka ia harus menggunakan dalil yang pasti. Dan tiu hanya bisa dilakukan dengan nas al-Quran atau hadis mutawatir. Hanya keduanya yang secara tsubut tidak ada ruang ijtihad. Keduanya sudah pasti benar,

5. Meski demikian, tidak serta merta hadis ahad yang shahih tidak dipakai. Ulama ushul tetap mengakui hadis ahad, namun bukan sebagai nas yang sifatnya independen. Ia digunakan sebagai bayan terhadap nas al-Quran. Jadi, harus ada qarinah yang menunjukkan mengenai bayan tadi. qarinah yang merujuk kepada nas qat;iy baik dari al-Quran maupun hadis mutawatir. Implikasi lain adalah bahwa jik ainkar terhadap keterangan nas al-Quran atau hadis mutawatir terhadap perkara akidah, maka ia dianggap inkar. ia dianggap telah keluar dari Islam. Sementara itu, jika ia inkar terhadap khabar ahad, karena menganggap khabar ahad tadi dhaif, maka ia tidak dianggap kafir. ia tetap muslim. ia pun tidak disebut sebagai inkarussunnah.

Contoh tentang bayan dari hadis ahad terhadap perkara akidah adalah hadis-hadis alam kubur.

كَانَ عُثْمَانُ إِذَا وَقَفَ عَلَى قَبْرٍ بَكَى حَتَّى يَبُلَّ لِحْيَتَهُ فَقِيلَ لَهُ تُذْكَرُ الْجَنَّةُ وَالنَّارُ فَلاَ تَبْكِى وَتَبْكِى مِنْ هَذَا، فَقَالَ: إِنَّ رَسُولَ الله -صلى الله عليه وسلم- قَالَ:«إِنَّ الْقَبْرَ أَوَّلُ مَنَازِلِ الآخِرَةِ فَإِنْ نَجَا مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَيْسَرُ مِنْهُ وَإِنْ لَمْ يَنْجُ مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَشَدُّ مِنْهُ ». قَالَ: وَقَالَ رَسُولُ الله -صلى الله عليه وسلم-: «مَا رَأَيْتُ مَنْظَرًا قَطُّ إِلاَّ وَالْقَبْرُ أَفْظَعُ مِنْهُ ».
“Dulu Utsman jika berdiri di kuburan, beliau menangis hingga membasahi jenggot beliau. Maka dikatakan pada beliau: “Anda jika disebutkan surga dan neraka tidak menangis, tapi kenapa Anda menangis karena kuburan?” Maka beliau menjawab: “Sesungguhnya Rosulullah saw bersabda: “Sesungguhnya kuburan adalah persinggahan pertama di akhirat. Jika dia selamat darinya, maka apa yang setelahnya lebih mudah darinya. Tapi jika tidak selamat darinya, maka apa yang setelahnya lebih keras daripadanya.” Rasulullah saw juga bersabda: “Tidaklah aku melihat suatu pemandangan satupun kecuali dalam keadaan kuburan itu lebih mengerikan daripadanya.” (HR. At Tirmidziy).

Haid di atas seperti yang diterangkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya merupakan bayan (keterangan) dari nas qat’iy yaitu ayat al-Quran berikut:

وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنَ الْعَذَابِ الْأَدْنَى دُونَ الْعَذَابِ الْأَكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Dan Sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), Mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. As-Sajadah: 21)

Atau ayat al-Quran yang juga diterangkan dengan hadis ahad berikut ini:

﴿يُثَبِّتُ الله الَّذِينَ آَمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآَخِرَةِ وَيُضِلُّ الله الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ الله مَا يَشَاءُ﴾ [إبراهيم: 27].
“Alloh mengokohkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang kokoh dalam kehidupan dunia dan di akhirat, dan Alaoh akan menyesatkan orang-orang yang zhalim dan Allah mengerjakan apa saja yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27)
Dari Al Bara bin ‘Azib ra عنهما bahwasanya Nabi saw bersabda:
«﴿يثبت الله الذين آمنوا بالقول الثابت﴾ قال: « نزلت في عذاب القبر فيقال له: من ربك؟ فيقول: ربي الله ونبيي محمد -صلى الله عليه وسلم-. فذلك قوله عز وجل: ﴿يثبت الله الذين آمنوا بالقول الثابت في الحياة الدنيا وفى الآخرة﴾ » القبر.
“Alloh mengokohkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang kokoh” ayat ini turun tentang siksaan kubur, dikatakan padanya: “Siapakah Rabbmu?” maka dia menjawab: “Rabbku adalah Alloh, Nabiku adalah Muhammad saw. yang demikian itu adalah firman Alloh azza wa jalla: “Allah mengokohkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang kokoh dalam kehidupan dunia dan di akhirat,” kuburan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Jadi, meski adzab kubur dalam hadis di ats sifatnya ahad, ia tetap digunakan sebagai bayan dari nas al-Quran.

6. Penggunaan hadis ahad dalam akidah juga punya implikasi social, yaitu mudahnya suatu kelompok mengkafirkan kelompok Islam lain hanya berbeda dalam urusan pemahaman terhadap nas. Tentu ini sangat berbahaya. Apalagi jika kemudian perkara muammalah dimasukkan ke dalam urusan akidah. Muncullah keretakan di kalangan masyarakat muslim. Kafir, syirik, bidah, sesat menjadi tuduhan yang sangat mudah keluar dari mulut seorang muslim. Padahal ulama dulu sangat berhari-hati. Mudah-mudahan, dengan ini kita bisa lebih hati-hati. Wallhu a’lam

=====================
Bagi yang ingin wakaf tunai untuk pembangunan Pondok Modern Almuflihun, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +201120004899

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

11 − 5 =

*