Wednesday, May 22, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Mafhûm

fdsagMafhûm juga dibagi menjadi dua:

Pertama: mafhûm muwâfaqah

Kedua: mafhûm mukhâlafah.

 

Mafhûm muwâfaqah

Mafhûm muwâfaqah adalah ketetapan hukum yang tidak tertulis dalam nash sesuai dengan ketetapan hukum yang tertulis dalam nash.[1] Atau, Mafhûm muwâfaqah adalah petunjuk lafazh terhadap ketetapan hukum yang terucapkan atas hukum yang tidak terucapkan. Disebut mafhûm muwâfaqah karena  ketetapan hukum yang tidak terucapkan atau terungkapkan dalam nash sesuai dengan yang terucapkan. Dalam madzhab Hanafi mafhûm muwâfaqah disebut sebagai dilâlah al-nash.

Contoh firman Allah:

فَإِذَا أُحْصِنَّ فَإِنْ أَتَيْنَ بِفَاحِشَةٍ فَعَلَيْهِنَّ نِصْفُ مَا عَلَى الْمُحْصَنَاتِ مِنَ الْعَذَابِ

Artinya: “Dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka mengerjakan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separuh hukuman dari hukuman bagi wanita-wanita merdeka bersuami”. (QS. Al-Nisâ’: 25)

 

Ketetapan hukum yang tertera dalam ayat di atas (manthûq) adalah bahwa budak perempuan yang berzina dikenai separuh hukuman bagi wanita-wanita merdeka yang bersuami. Sementara mafhûm muwâfaqah dari ayat di atas adalah bahwa budak laki-laki jika melakukan perzinaan, maka hukumannya juga separuh dari laki-laki merdeka yang telah beristri.

Mafhûm mukhâlafah adalah petunjuk lafazh terhadap ketetapan hukum yang tidak terucapkan bertolak belakang dengan ketetapan hukum yang ditunjukkan oleh hukum yang terucapkan karena tidak adanya ikatan yang muktabar dalam hukum.[2] Atau, ketetapan hukum yang tidak diungkapkan oleh lafazh, bertolak belakang dengan hukum yang terdapat dalam lafazh.

Contoh:

وَإِن كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ

 

Artinya: “Dan jika mereka (istri-istri yang sudah di talak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka itu nafkahnya hingga mereka bersalin”. (QS. Al-thalâq: 6).

Mafhûm mukhâlafah dari ayat di atas adalah jika istri-istri yang sudah ditalak itu tidak hamil, maka suami tidak diwajibkan memberikan nafkah.

 

 



[1] Dr. ‘Abdul Fatah Ahmad Quthb Al-Dukhmisi, Talqîhu’l Fuhûm bi’l Manthûq wa’l Mafhûm, Dâr al-âfâq al-‘Arabiyyah, Kairo, cet. I 1997, hal. 101

[2] Muhammad Udaib Shalih, op. cit., hal 707-709

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

twenty − 7 =

*