Wednesday, May 22, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Bukti Kebenaran Semu

hfsaTerdapat bukti-bukti yang oleh sebagian orang dianggap bisa memberikan kebenaran pasti, padahal jika diteliti kembali ternyata tidak demikian. Bukti tadi bisa saja kita namakan dengan bukti kebenaran semu.

 

Bukti kebenaran semu ini ada 6 macam;
1) Kajian induktif (istiqra’)
Yaitu memberikan kepastian hukum kepada semua unsur, baik secara positif atau negatif, berdasarkan penelitian terhadap elemen dari unsur-unsur tadi.

Kajian induktif dibagi menjadi dua:

1) Naqis (tidak sempurna atau model sampel), yaitu penelitian terhadap sebagian elemen, kemudian hasil dari penelitian tersebut dijadikan standar kebenaran terhadap semua elemen.
Contoh; Poling calon presiden oleh lembaga peneliti. Biasanya yang diteliti hanya sebagian kecil dari rakyat Indonesia. Lantas hasil dari poling tadi, dijadikan sebagai barometer calon presiden terkuat. Penelitian seperti ini, mengandung kelemahan, karena masih banyak yang luput dari obyek penelitian sehingga masih ada kemungkinan salah.

2) Tam, yaitu dengan melakukan penelitian keseluruh elemen, kemudian hasilnya menjadi kesimpulan hukum terhadap seluruh elemen. Meski penelitian tadi menyeluruh, namun tetap ada kelemahan. Mengenai kelemahan istiqra tam, akan diterangkan kemudian.
—-

2) Mengeluarkan kesimpulan dengan menafikan suatu perkara (madlul), jika tidak ada bukti pendukung (dalil). Juga memberikan keterkaitan antara bukti (dalil) dengan yang dibuktikan (madlul). Contoh: meski banyak orang mengatakan ada kebakaran hutan, namun jika tidak ada bukti berupa asap dan lainnya, maka kebakaran hutan tidak ada (dinafikan).

Tentu saja, untuk bisa memberikan kesimpulan tadi, harus benar-benar dipastikan tidak ada bukti kongret yang dapat dipercaya. Dengan demikian, kesimpulan dengan menafikan sesuatu, benar-benar berdasarkan penilaian yang obyektif.

Sementara itu, banyak yang mengaitkan antara bukti dengan yang dibuktikan. Hanya saja pendapat ini lemah. Karena bisa saja ketiadaan bukti (dalil) tersebut karena kelemahan manusia untuk mendapapatkannya. Dan itu tidak lantas menegasikan bahwa sesuatu (madlul) tidak ada.

Contoh:
Katakanlah kita mengatakan bahwa keberadaan Tuhan, dibuktikan dengan keberadaan alam raya. Lantas, apakah jika tidak ada alam raya, lantas tidak ada Tuhan?
Tentu tidak demikian bukan?

Selain itu, suatu perkara bisa jadi tidak dapat dibuktikan dengan bukti tertentu, namun bisa saja ada bukti lain yang dapat menguatkan mengenai keberadaan suatu perkara tadi.

Lantas bagaimana dengan kiyas sebagai bagian dari upaya pembuktian (dalil), apakah bisa salah?
Dikatakan bahwa kiyas bertumpu pada premis yang benar dan bersifat aksiomatis. Maka kebenaran kiyas sesungguhnya sangat bergantung pada premis tadi. Artinya, jika premis salah, hasilnya akan salah. Namun jika benar, maka hasilnya juga akan benar.

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

eleven + 10 =

*