Saturday, May 18, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Al-Amr Berkonotasi Sebagai Urusan Politik

gfds

Dalam sejarah Islam, kata al-amr, sering berkonotasi sebagai urusan politik. Nabi Muhammad saw dan juga para sahabat ketika berbicara masalah urusan politik, sering menggunakan lafal al-amr. Kata al-amr sebagai urusan politik ini bisa dilihat dari sejarah awal Abu Bakar dipilih menjadi khalifah kaum muslimin.

 

 

Dalam kitab Nihayatul Iqdam fi Ilmil Kalam, Sahrastani berkisah,  pasca wafatnya Rasulullah saw dan sebelum dilakukan pertemuan antara para politisi dari kalangan muhajirin dan anshar, sahabat Abu Bakar sempat berpidato, “Wahai sekalian manusia, barangsiapa yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya ia telah meninggal. Dan barangsiapa yang menyembah Allah, sesungguhnya allah hidup dan tidak akan pernah mati. Lalu berliau membaca ayat berikut:

 

Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (Qs. Ali imran; 144)

 

Setelah itu, Abu Bakar melanjutkan pidatonya, “Sungguh Nabi Muhammad telah meninggal dunia. Harus ada orang yang menggantikan untuk urusan kepemimpinan (hadza al-amr). Mohon kalian semua untuk memikirkan hal ini dan saya akan menunngu pendapat kalian. Semoga Allah merahmati kalian”. Orang-orang lalu berkata, “Benar apa yang disampaikan oleh Abu Bakar. Kita tunggu sampai besok pagi untuk kembali mendiskusikan mengenai urusan politik ini (al amr) dan memilih pemimpin kita.

 

Sebelum Abu Bakar wafat, beliau sempat berkata, “Andai saja pada waktu peristiwa di Saqifah Bani Saidah aku memilih salah satu dari dua orang (Umar atau Abi Ubaidah) sebagai pemimpoin (al amr), dan aku cukup menjadi menterinya saja. Andai saja urusan politik ini (al amr) dulu aku tanyakan kepada Rasulullah saw, tentu tidak ada perebutan kekuasaan. Andai saja dulu aku tanyakan, apakah dalam urusan politik (al amr) orang Anshar mempunyai hak kekuasaan supaya hak mereka bisa kita berikan?”.

 

Tentang urusan politik ini (al-amr) tidak hanya diungkapkan oleh Abu Bakar, namun juga oleh sahaat Umar bin Khathab. Ketika Umar akan disumpah secara resmi menjadi Khalifah, para sahabat berkata, “Bermusyawarahlah atas urusan politik ini (al amr)”.
Setelah resmi menjadi khalifah, beliau berpidato dengan mengatakan, Urusan politik (al amr) memerlukan sikap tegas, namun tidak diktator, dan membutuhkan sikap lembut, namun tidak lembek.

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

twelve − twelve =

*