Thursday, April 25, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Sumber Pengetahuan

Seri Syarah HPT Bab Iman.
Artikel ke-35
Jika kita baca Himpunan Putusan Tarjih BAB Iman, kita akan menemukan kalimat berikut ini:
اَمَّا بَعْدُ فَاِنَّ الفِرْقَةَ النَّاجِيَةَ (1 (مِنَ السَّلَفِ اَجْمَعُوا عَلَى الإِعْتِقَادِ بِأَنَّ العَالَمَ آُلَّهُ حَادِثٌ خَلَقَهُ االلهُ مِنَ العَدَمِ وَهُوَ اَىِ العَالَمُ) قَابِلٌ لِلفَنَاءِ (2 (وَعَلَى اّنَّ النَّظْرَ فِى الكَوْنِ لِمَعْرِفَةِ االلهِ وَاجِبٌ شَرْعًا (3 (وَهَا نَحْنُ نَشْرَعُ فِى بَيَانِ اُصُولِ العَقَائِدِ الصَّحِيْحَةِ.

Kemudian dari pada itu, maka kalangan ummat yang terdahulu, yakni mereka yang terjamin keselamatannya (1), mereka telah sependapat atas keyakinan bahwa seluruh ‘alam seluruhnya mengalami masa permulaan, dijadikan oleh Allah dari ketidak-adaan dan mempunyai sifat akan punah (2). Mereka berpendapat bahwa memperdalam pengetahuan tentang ‘alam untuk mendapat pengertian tentang Allah, adalah wajib menurut ajaran Agama (3). Dan demikianlah maka kita hendak mulai menerangkan pokok-pokok kepercayaan yang benar. Yang harus digarisbawahi adalah ungkapan berikut:

وَعَلَى اّنَّ النَّظْرَ فِى الكَوْنِ لِمَعْرِفَةِ االلهِ وَاجِبٌ شَرْعًا

Mereka berpendapat bahwa memperdalam pengetahuan tentang ‘alam untuk mendapat makrifatullah, adalah wajib menurut ajaran Agama

 

Terkait sumber pengetahuan, sesungguhnya sudah dibahas banyak oleh para filsuf sejak masa Yunani. Para filsuf muslim dan ulama kalam, banyak yang menukil serta memberikan komentar terhadap pandangan para filsuf Yunan tersebut. Bahkan mereka juga memberikan tambahan sumber pengetahuan dan menjadi salah satu ciri khas pengetahuan Islam, yaitu wahyu.

Bahasan mengenai sumber pengetahuan sangat penting. Ia menjadi basik epistemology bagi para ilmuan. Sumber pengetahuan bukan sekadar bagaimana dan dari mana kita memperolah ilmu, namun terkait erat dengan pandangan hidup manusia terhadap alam fisika dan alam metafisik. Ia menyangkut sikap dan keyakinan manusia berada di muka bumi.

Para filsuf Yunan banyak mencantumkan mengenai sumber pengetahuan, di antaranya adalah panca indera, akal, penelitian empiris, intuitif atau pengalaman batin. Kita tidak menemukan wahyu Tuhan sebagai bagian dari sumber ilmu. Barangkali tidak ada rasul yang diutus di Yunan, sehingga bahasan wahyu lepas dari kajian mereka.

Tentu saja ini berbeda dengan umat Islam. Wahyu menjadi sumber awal dari pengetahuan. Bahkan jika kita melihat sejarah perkembangan peradaban Islam, mulanya didorong oleh perintah wahyu ini. Awal mulanya, bangsa Arab di Mekah-Madinah tidak dianggap sebagai bangsa yang berpengaruh di dunia internasional. Mereka masuk sebagai bangsa pinggiran. Di sana ada dua peradaban besar, yaitu Romawi dan Persia. Untuk mata uang pun, mereka menggunakan dirham Romawi dan Dinar Persia.

Setelah turun wahyu, semangat untuk mencari ilmu pengetahuan tumbuh pesat. Bahkan ayat pertama yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw adalah ayat tentang ilmu pengetahuan, yaitu perintah membaca dengan nama Tuhan. Firman Allah:

اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِى خَلَقَ ()خَلَقَ الْإِنْسٰنَ مِنْ عَلَقٍ ()اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ ()الَّذِى عَلَّمَ بِالْقَلَمِ ()عَلَّمَ الْإِنْسٰنَ مَا لَمْ يَعْلَمْ ()

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, () Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah () Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia () Yang mengajar (manusia) dengan pena. () Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-Alaq: 1-5)
Membaca dengan nama Tuhan maksudnya adalah menggali ilmu pengetahuan dengan tidak pernah melalaikan peran Tuhan. Ilmu bukan bebas nilai. Hasil dari ilmu pengetahuan juga tidak bebas nilai. Bagi umat Islam, ilmu harus difungsikan untuk tujuan utama, yaitu menciptakan peradaban sesuai dengan nilai dan norma ketuhanan. Tugas inilah yang disebut dengan khalifah di muka bumi seperti firman Allah berikut ini:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً. قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ. قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, sesungguhnya Aku hendak menjadikan satu khalifah di muka bumi. Mereka (malaikat) berkata, apakah Engkau hendak menjadikan di bumi itu siapa yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan menyucikan-Mu? Tuhan berfirman, sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah: 30)
Bagi seorang muslim, ilmu manusia merupakan setitik pengetahuan yang diberikan Tuhan kepadanya. Dibandingkan dengan keagungan alam raya, ilmu manusia sama sekali tidak ada arti. Ilmu Allah Maha luas. Alam raya tidak akan cukup untuk ditulis, meski manusia menjadikan lautan sebagai tinta, dan dedauan sebagai lembaran kertasnya. Meski didatangkan lagi tujuh kali lipat lautan sekalipun, sama sekali tidak akan mampu untuk mengupas luasnya pengetahuan. Ia akan selalu ada dan tiada akan habis. Maka benarlah firman Allah:
قُلْ لَوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَنْ تَنْفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا
Katakanlah (wahai Muhammad), “Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Rabbku, sungguh habislah lautan itu sebelum kalimat-kalimat Rabbku habis (ditulis), meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula). (QS Al-Kahfi:109)
Ilmu bukan sekadar untuk ilmu. Ilmu digunakan untuk kemaslahatan umat manusia. Ilmu untuk membangun peradaban dunia yang makmur dan berkeadilan. Ilmu bukan untuk menjerumuskan umat manusia ke jurang kesengsaraan, baik di dunia maupun akhirat.

Inilah yang membedakan sikap intelektual muslim dengan non muslim. Di Barat, banyak permunculan paham filsafat sekuler yang memutuskan hubungan antara ilmu dengan Tuhan. Sebut saja misalnya Marxis. Menurutnya, segala bergerakan di dunia merupakan pengaruh materi. Bahkan kehidupan manusia, tidak lepas dari gerakan materi. Tidak ada peran Tuhan sama sekali di dunia ini. Tuhan dan juga agama sesungguhnya adalah bayangan yang ada dalam otak manusia saja. Tuhan bukan mendorong manusia untuk maju, justru sebaliknya ia menjadi candu bagi umat manusia. Oleh karena itu, Tuhan dan agama harus diperangi.

Gerakan inilah yang berkembang menjadi komunisme itu. Mereka lantas memerangi agama-agama karena dinggap sebagai musuh peradaban. Mereka membunuh para agamawan dan ulama. Kitab suci dihinakan. Guru ngaji dinistakan. Membunuh jika itu dianggap sebagai sarana untuk menggapai kesuksesan dunia, maka menjadi halal. Ini akibat pandangan mereka terkait dengan ilmu dan sumber ilmu. Pandangan mereka terhadap alam fisika dan alam metafisik.

Sama halnya dengan pandangan Niccolo Machiavelli yang menyatakan tentang pemisahan azas-azas moral dan kesulilaan dalam susunan ketatanegaraan. Artinya bahwa para politisi, hendaknya meninggalkan moral dan kesusilaan. Jika tidak, maka akan merugikan Negara. Dengan demikian, para politisi akan menghalalkan segala cara demie meraih kekuasaan.

Dalam Islam, moral keagamaan akan selalu lekat dengan prilaku manusia. Bukansaja ulama kalam, semua para filsuf juga tetap demikian,t idak pernah memisahkan antara prilaku manusia dengan Tuhan. Bahkan para filsuf muslim yang terpengaruh oleh pemikiran filsafat Yunani, seperti Al-Kindi, Ibnu Sina, al-Farabi, dan lain sebagainya, yang mengatakan bahwa alam qadim, pun tetap menggunakan dan mengakui wahyu sebagai sandaran dan sumber ilmu.

Jangankan persoalan besar, menuju ke kamar kecil pun, tetap tidak boleh melupakan Tuhan. Ada aturan dan norma yang diatur dan harus dijalankan. Jika tidak, akan berimplikasi kepada hubungan dia dengan Tuhan dan hubungan dia dengan manusia.

Belakangan, para pemikir muslim menyadari bahwa ada perbedaanpandangan antara ilmu Islam dengan Barat. Islam tidak pernah menganggap bahwa materi sifatnya kekal. Islam tidak pernah menyatakan bahwa manusia merupakan peralihan dari hewan. Islamtidka pernah menganggap bahwa Tuhan telah mati. Islam tidka pernha menyatakan bahwa aktivitas manusia karena dorongan seksual. Hal-hal di atas adalah pemikiran Barat yang memang berbeda dengankita.
Muncullah upaya untuk islamisasi ilmu pengetahuan, seperti yang dipelopori oleh Ismail Raji Al-Faruqi dengan mendirikan International Institute of Islamic Though (IIIT). Lembaga ini bergerak dalam bidang keilmuan dan upaya islamisasi ilmu. Banyak buku-buku keislaman klasik yang terkait dengan filsafat ilmu dan dimunculkan serta dikaji ulang. Kantor berpusat di IIIT Amerika Serikat dan mempunyaibanyak cabang di seluruh dunia, di antaranya di Jakarta.

Munucl juga The International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) di Malaysia. Geraknya tidak jauh beda, yaitu upaya untuk islamisasi ilmu pengetahuan. Sementara di tanah air, muncul pakar ilmu kalam baru dari Muhammadiyah, yaitu Kyai Agus Purwanto (Gus Pur) yang mendirikan Trensains, sebuah pesantren yang khusus bergerak pada bidang sains dengan pijakan wahyu.

Di bawah ini, akan kami sampaikan mengenai sumber ilmu, sebagaimana yang dinukil oleh para ulama kalam. Imam Baqilani menyatakans ebaga berikut:
قال أبو بكر الباقلاني في طرق العلم: «وجميع العلوم الضرورية تقع للخلق من ستة طرق: فمنها: درك الحواس الخمس، وهي: حاسة الرؤية، وحاسة السمع، وحاسة الذوق، وحاسة الشم، وحاسة اللمس. وكل مدرك بحاسة من هذه الحواس من جسم، ولون، وكون، وكلام، وصوت، ورائحة، وطعم، وحرارة، وبرودة، ولين، وخشونة، وصلابة، ورخاوة فالعلم به يقع ضرورة. والطريق السادس: هو العلم المبتدأ في النفس، لا عن درك ببعض الحواس، وذلك نحو علم الإنسان بوجود نفسه، وما يحدث فيها وينطوي عليها من اللذة، والألم، والفم، والفرح، والقدرة، والعجز، والصحة، والسقم. والعلم بأن الضدين لا يجتمعان، وأن الأجسام لا تخلو من الاجتماع والافتراق، وكل معلوم بأوائل العقول، والعلم بأن الثمر لا يكون إلا من شجر، أو نخل، وأن اللبن لا يكون إلا من ضرع وكل ما هو مقتضى العادات.
وكل ما عدا هذه العلوم وهو علم استدلال لا يحصل إلا عن استئناف الذكر والنظر وتفكر بالنظر والعقل
Ilmu dharuri bagi manusia dapat dihasilkan dengan lima cara, di antaranya dengan lima panca indera, yaitu indera pengelihatan, pendengar, lidah untuk mengecap, hidung untuk membau, dan kulit sebagai indera peraba. Segala sesuatu yang dapat diketahui dengan panca indera tersebut baik berupa benda, warna, kondisi tertentu, pembicaraan, suara, bau, rasa, panas, dingin, lembut, kasar, keras, lentur, maka ilmu pengetahuan yang menyangkut hal tersebut disebut sebagai ilmu dharurat.
Cara ke enam untuk mendapatkan ilmu yaitu ilmu yang secara langsung ada pada dirinya bukan dengan cara pengetahuan dengan panca indera, seperti pengetahuan seseorang tentang dirinya, dan segala sesuatu yang dirasakan oleh jiwa seperti enak, sakit, sedih, senang, kemampuan atas sesuatu, lemah, sehat, dan sakit. Juga pengetahuan bahwa dua hal yang saling bertolak belakang tidak dapat bergabung, dan bahwa benda pasti di antara dua hal, yaitu berkumpulnya atom atau terpisahnya atom. Juga pengetahuan terkait dengan sesuatu yang logis seperti pengetahuan bahwa buah akan muncul dari pohon, air susu keluar dari payudara, dan segala sesuatu yang sesuai dengan kebiasaan alam (al adat)
Selain hal yang saya sebutkan di atas, adalah ilmu sitidlal yang tidak akan dihasilkan selain dengan cara berfikir, merenung dan merasionalisasikans esuatu.

حكى أصحاب المقالات عن بعض الأوائل حصرهم مدارك العلوم في الحواس ومصيرهم إلى أن لا معلوم إلا المحسوسات؛
ونقلوا عن طائفة يعرفون بالسمنية أنهم ضموا إلى الحواس أخبار التواتر ونفوا ما عداها؛
وحكى عن بعض الأوائل أنهم قالوا لا معلوم إلا مادل عليه النظر العقلى وهذا في ظاهره مناقض للقول الأول؛ ومتضمنه أن المحسوسات غير معلومة؛
Imam Juwaini berkata, Penulis buku al-Maqalat yang dinukil dari para filsuf Yunani bahwa ilmu pengetahuan bisa dihasikan melalui panca indera, mereka menyatakan bahwa pengetahuan hanya didapatkan dari indera. Sebagian lagi dari kelompok Samniyah menyatakan bahwa selain panca indera, ada hal lain yang dapat ditambahkan sebagai cara mendapatkan ilmu, yaitu dengan berita mutawatir. Selain itu tidak ada.
Sebagian filsuf Yunan menyatakan bahwa pengetahuan tidak mungkin didapat selain dengan akal. Pendapat ini tentu bertentangan dengan pendapat pertama tadi. Karena menurutnya, panca indera bukanlah sumber ilmu pengetahuan.

والذي أراه أن الناقلين غلطوا في نقل هذا عن القوم وأنا أنبه على وجه الغلط؛
قال الأوائل: العلوم كل ما تشكل في الحواس، وما يفضي إليه نظر العقل مما لا يتشكل فهو معقول، فنظر الناقلون إلى ذلك ولم يحيطوا باصطلاح القوم؛
وقال المطلعون من مذاهبهم على أن: لا معلوم إلا المحسوس من أصلهم أن المدارك تنحصر في الحواس.
Menurut saya, bahwa mereka yang menyadur, terdapat kesalahan dalam system penyaduran dari mereka. Saya akan tunjukkan sisi kesalahannya. Menurut para intelektual Yunan, bahwa ilmu pengetahuan adalah segala sesuatu yang dapat diindera dan segala sesuatu yang dapat dilogikakan sehingga ia menjadi rasional. Penyadur hanya sekadar melihat ini, dan tidak melihat sisi lain dari mereka.
Sebagian intelektual Yunan berpendapat bahwa tidak ada pengetahuan selain yang didapat melalui panca indera. Hal ini karena keyakinan mereka bahwa ilmu pengetahuan sesuangguhnya hanya sebatas yang terindera saja.

وقال من رآهم يسمون النظريات معقولات من أصل هؤلاء أن: المدارك منحصرة في سبل النظر.
وقال قائلون: مدارك العلوم الإلهام.
Sebagian kalangan yang disebut dengan para filsuf rasionalis menyatakan bahwa pengetahuan hanya dapat dilakukan dengan cara berfikir. Sebagian dari mereka menyatakan bahwa ilmu hanya didapat dengan cara ilham

وقال آخرون من الحشوية المشبهة: لا مدارك للعلوم إلا الكتاب والسنة والإجماع.
وقال المحققون: مدارك العلوم الضروريات التي تهجم مبادئ فكر العقلاء عليها ..
والمرتضى المقطوع به عندنا أن العلوم كلها ضرورية والدليل القاطع على ذلك أن من استد نظره وانتهى نهايته ولم يستعقب النظر ضد من أضداد العلم بالمنظور فيه فالعلم يحصل لا محالة من غير تقدير فرض خيرة فيه»[15] وقال أيضا: «مدارك العلوم في الدين ثلاثة في التقسيم الكلي أحدها المعقول … والمدرك الثاني هو المرشد إلى ثبوت كلام صدق وهذا لا يتمحض العقل فيه فإن مسلكه المعجزات وارتباطها بالعادات انخراقا واستمرارا، …. والمدرك الثالث أدلة السمعيات المحضة »[16]

Sebagian dari kelompok kalangan kasyawiyah al-musyabihah menyatakan bahwa ilmu pengetahuan hanya didapat al-Quran, sunnah dan ijmak. Sebagian lagi berpendapat bahwa cara mendapatkan ilmu dharuriyat dand apat diterima akal dan sifatnya pasti adalah bahwa setiap ilmu itu dharuriyat. Buktinya adalah bahwa setiap orang yang melihat sesuatu, maka langsung mendapatkan pengetahuan sepeti yang ia lihat dan bukan sebaliknya. Maka ilmu secara otomatis didapatkan secara langsung.
Sebagian lagi menyatakan bahwa dalam agama, cara mendapatkan ilmu pengetahuan secara global ada tiga cara, pertama dengan logika, kedua sarana untuk membuktikan kebenaran rasul. Yang seperti ini tidak cukup sekadar dengan logika, karena mukjizat bertentangan dengan kebiasaan alam. Ketiga, dengan dali sam’iy saja.
فجعل مأخذ العلوم من “المَيْزِ” وعنى به «مَيْزَ العقلاء ثم إنه – أي الميز – قد يفضي به إلى بعض العلوم بغير واسطة كالعلم بالذات وصفاتها، وقد يفضي بوسائط، والوسائط ثلاثة: الحواس وهي الوسيلة إلى المحسوسات، ونظر العقل وهي الوسيلة إلى العقليات، واطراد العادات وبه يعرف معاني الخطاب وقرائن الأحوال، ثم قد لا يفضي الميز إلى العلم إلا بواسطتين كالمعجزة تتوقف على واسطة العقل والعرف، فيستبان بالعقل كونه فعل مخترع صانع متصرف ويستبان بالعرف أنه دال على الصدق إذ لا يناسب انقلاب العصى ثعبانا صدق موسى في كونه رسولا، وأما السمعيات فإنها معلومات ولكنها لا تظهر في العقل ظهور العقليات ومستنده قول حق وخبر صدق وقول النبي عليه السلام صدق وكلام الله سبحانه كذلك، وقول أهل الاجماع بتصديق الرسول إياهم
Imam Ghazali menyatakan sebagai berikut:
Ilmu sesungguhnya dapat disebut sebagai “pembeda”. Maksudnya adalah pembeda dari para orang yang berakal. Akal manusia bisa mendapatkan ilmu pengetahuan dengan tanpa perantara seperti ilmu atas dzat dan sifat Allah. Terkadang untukmendapatkan ilmu, harus dengan perantara. Perantara sendiri ada tiga macam, indera, yaitu sarana terkait dengan sesuatu yang dapat diindera, kedua akal, yaitu sarana untuk mendapatkan ilmu secara rasional dan kebiasaan yang berulang. Dari sini, makna dari suatu bahasa dan indicator atas sesuatu yang terjadi dapat diketahui. Ketiga, kadang ilmu harus didapatkan dengan dua perantara seperti mukjizat yang dapat diketahui melalui akal dan tradisi. Dengan akal dapat diketahui bahwa sesuatu yang terjadi merupakan sesuatu yang bersifat ciptaan. Dengan tradisi / kebiasaan dapat diketahui mengenai suatu kebenaran. Hal ini karena tidak mungkin tongkat dapat berubah menjadi ular, kecuali itu sebagai bukti bahsa seseorang memang rasul.
Sementara itu, ilmu juga dapat diketahui melalui sma’iyyat (berita dari wahyu). Ilmu yang didapat dari wahyu, berbeda dengan yang didapat dari akal. Ia bersandar dari berita nabi Muhammad saw, dan ijmak terkait dengan kebenaran rasul.

إن حكم الذهن على الشيء بأمر على أمر، إما أن يكون جازما، أو لايكون، فإن كان جازما: فإما أن يكون مطابقا للمحكوم عليه أو لايكون، فإن كان مطابقا فإما أن يكون لموجب، أو لايكون، فإن كان لموجب، فالموجب، إما أن يكون حسيا، أو عقليا أو مركبا منهما »
فتحصل له بهذا التقسيم أن حكم الذهن على الشيء حكما جازما مطابقا لموجب:
– حسي ( علم الحواس )
– عقلي ( البدهيات والنظريات )
– مركب من السمع والعقل ( المتواثرت )
– مركب من سائر الحواس والعقل ( التجريبيات والحدسيات )
أما حكم الذهن على الشيء حكما جازما غير مطابق لغير موجب فهو:
– اعتقاد المقلد
وإن كان غير مطابق فهو:
– الجهل
Imam Razi dalam kitab al-Mahshul menyampaikan sebagai berikut:
Seseorang dapat mengetahui sesuatu bisa sifatnya pasti, atau tidak pasti. Bisa jadi ia sesuai dengan realitas atau tidak. Jika ia sesui dengan realitas, bisa jadi untuk hal yang pasti atau tidak. Jika terkait hal yang pasti, bisa jadi sifatnya inderawi, rasional atau tersusun dari keduanya. Dari pembagian di atas dapat kita sampaikan bahwa akal manusia dapat mengetahui sesuatu secara pasti, atau sesuatu yang sesuai dengan realitas dan atau realitas itu harus ada,s ehingga sumber ilmu dapat dibagi sebagai berikut:.
1. Iinderawi (ilmu yang sifatnya inderawi)
2. Rasional yaitu terkait perkara aksiomatis dan sesuatu yang butuh proses berfikir.
3. Yang terussun dari akal (yang sifatnya rasional) dan wahyu (berita dari banyak orang atau mutawatiurat)
Adapun pengetahuan seseorang yang tidak sesuai dengan realitas, maka berita itu dibagi dua, yaitu berita yang diterima oleh seorang yang taklid buta dan orang bodoh.

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

7 + 9 =

*