Friday, April 19, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Sayidina Dalam Shalat

 

salam.

sut, kalau shalat, yang benar akai sayidina atau tidak?

 

waalaikum salam

Untuk sayyidina di dalam shalat, Muhmadiyah tidak menggunakan lafal sayidina karena berpendapat bahwa shalat itu sifatnya tauqifi, yaitu suatu amalm y ang kita harus meniru rasulullah saw tanpa harus menambah atau mengurangi. hal in ikarena shalat adalah ibadah mahdhah. Rasulullah saw bersabda:

وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِى أُصَلِّى

Artinya: “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)

Adapun bagi mereka yang menggunakan sayyidina, berpedoman pada kaedah ushul berikut:

الادب مقدم على الاتباع
Sopan santun harus didahulukan daripada itiba (mengikuti nabi).

Rasulullah Saw tidak menggunakan sayyidina, karena ia sendiri yang shalat sehingga tidak meninggikan derajatnya sendiri. hal ini sebagai wujud tawadhu beliau.
Sementara sebagai umatnya, kita harus tetap menghormati beliau meski dalam kondisi shalat, sehingga tidak memanggil beliau dengan nama saja. Krn serasa tidak sopan. hal ini juga sesuai dengan firman Allah berikut:

Firman Allah:
لا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ لِوَاذًا فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Artinya: Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsu­r pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. (QSAn Nur: 63 ).

 

Dalam tafsirnya, Abu Al-Fida’ Isma’il bin ‘Umar bin Katsir Al-Qursyiy Al-Damsyiqiy menerangkan sebagai berikut:
قال الضحاك، عن ابن عباس: كانوا يقولون: يا محمد، يا أبا القاسم، فنهاهم الله عز وجل، عن ذلك، إعظامًا لنبيه، صلوات الله وسلامه عليه، قال: فقالوا: يا رسولَ الله، يا نبيَ الله. وهكذا قال مجاهد، وسعيد بن جُبَير.
وقال قتادة: أمر الله أن يهاب نبيه صلى الله عليه وسلم، وأن يُبَجَّل وأن يعظَّم وأن يسود.
Dalam tafsir Ibnu Katsir tersebut, Muqotil bin Hayyan mengatakan tentang tafsir ayat ini: “Janganlah engkau menyebut nama Nabi Muhammad jika memanggil Beliau dengan ucapan: ‘Ya Muhammad’ dan janganlah kalian katakan: ‘Wahai anak Abdullah’, akan tetapi Agungkanlah Beliau dan panggillah oleh kamu: ‘Ya Nabiyallah, Ya Rasulullah’.

 

Allah juga berfirman:

فَنَادَتْهُ الْمَلَائِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي الْمِحْرَابِ أَنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيَى مُصَدِّقًا بِكَلِمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَسَيِّدًا وَحَصُورًا وَنَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ
Artinya: Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakaria, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya): “Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang putramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan (sayyid), menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang shaleh.” (QS Ali Imran: 39)

 

Karena melihat dari sisi etika dan akhlak inilah maka sebagian ulama menganjurkan untuk memanggil rasulullahs aw dengan sayyidina, meski dalam shalat.

wallahu a’lam

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

nineteen − 17 =

*