Friday, April 19, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Problem Pesantren; Meski Tidak Sesuai Visi-Misi, Tetap Harus Ikut Ujian Nasional

gahDi Indonesia, ada sistem pendidikan keagamaan yang cukup khas dan merubakan bagian dari sejarah panjang pendidikan nasional. Sistem pendidikan itu adalah pesantren.
Ia muncul jauh sebelum sistem pendidikan modern ini ada. Ia muncul bersama dengan penyebaran Islam di Nusantara.

Sistem pendidikan pesantren tidak hanya fokus dalam pendidikan agama, namun juga pembentukan karakter anak didik. Agar akhlak santri bisa tertata dengan baik, prilaku bisa selalu termonitor dan pembelajaran keilmuan bisa maksimal, maka pendidikan pesantren selalu berasrama.

Pendidikan pesantren adalah model pendidikan paripurna. Sejak bangun tidur hingga mau tidur, seluruh gerak gerik santri diawasi. Pelajaran yang diemban juga cukup banyak.

Umumnya visi misi pesantren sama,yaitu pendalaman ilmu agama dan pembentukan akhlak mulia. Karena orientasi pendalaman ilmu agama itulah maka berbagai materi pendukung baik bahasa atau materi keagamaan disiapkan secara rapi. Diharapkan kelak ia menjadi ulama; guru ngaji yang menguasai benar mengenai ilmu agama.

 

Hanya saja, saat ini terjadi problem. Para santri itu, yang sudah begitu berat memikul materi keagamaan, dipaksa harus menguasai ilmu pengetahuan umum yang tidak sesuai dengan spesialis pendidikannya. Para santri itu, diharuskan ikut Ujian Nasional (UN) yang jika tidak lulus, maka akan berdampak negatif atas masa depan anak didik. Jika tidak ikut UN, mereka juga tidak bisa melanjutkan jenjang pendidikan selanjutnya.

 

Padahal jika dilihat dari sisi visi dan misi pesantren, sama sekali tidak terkait dengan ilmu umu tadi. Mereka sudah banyak beban materi keagamaan. Ke depan pun, semestinya mereka fokus dicetak untuk menjadi ulama agama. Mengapa mereka harus memikul dua beban materi umum dan agama? Sementara itu, mereka yang sekolah di pendidikan umum, hanya mendalami ilmu umum saja dan tidak diwajibkan mendalami materi keagamaan? Kondisi seperti ini jadi tidak adil. Santri harus sukses dua spesialis, agama dan umum, sementara orang umum cukup sukses di bidang spesialisnya saja.

 

ilmu umum memang penting. tapi tidak kemudian diwajibkan seluruhnya kepada santri. Karena pesantren menjadi sekolah spesialisasi di bidang keagamaan, maka sejatinya ilmu umum yang diberikan adalah yang berkaitan dengan spesialisasinya saja dan yang memang dibutuhkan untuk mendukung materi keagamaan. Bukan kemudian diberi pendalaman materi yang sama sekali jauh dari spesialisasinya.

 

Semestinya, santri tidak diwajibkan untuk ikut UN yang notabene adalah ujian materi-materi umum. Toh itu bukan spesialisasi dia. Santri cukup dengan ujian depag yang lebih pararel dengan spesialisasi santri.

 

Dengan pembatasan ilmu umum di pesantren, bukan bearti pesantren anti ilmu umum, atau ada dikotomi agama dan umum, namun lebih karena penghormatan atas spesialisasi ilmu pengetahuan. Belajar materi keagamaan saja sudah sangat banyak, apalagi di tambah dengan ilmu umum, maka beban santri makin berat. Selain itu, kebanyakan materi justru semakin tidak efektif bagi siswa didik. Bisa jadi malah melemahkan kemampuannya. Di satu sisi materi keagamaan tidak dia kuasai dengan baik, di sisi lain, materi umum juga mengambang. ini justru merusak sistem pendidikan sendri. Dengan menghormati spesialisasi pendidikan, maka diharapkan kualitas pendidikan pesantren akan lebih maksimal. kelak ketika dia keluar pesantren, ilmu agama yang didapatjuga tidak nanggung dan setengah-setengah. Ia bisa maksimal menerima materi keagamaan tanpa dibebani dengan ketakutan tidak lulus UN. Wallahu a’lam.

 

 

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

four × 3 =

*