Tuesday, March 19, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Pengikut Madzhab Asy’ari, Mestinya Tidak Radikal

Imam Asyari, sebelumnya adalah pengikut Muktazilah. Di umur 40 tahun, saat pemikirannya sampai pada titik kematangan, beliau mundur dari muktazilah dan kembali ke manhaj salaf dengan topakan logika. Pemikiran beliau bahkan dijadikan rujukan oleh sebagian besar penduduk bumi ini. Beliaulah sang Imam madzhab Asyari, madzha ahli sunnah wal jamaah.

Beliau datang, di saat terjadi pergulatan pemikiran luar biasa. Bukan saja pada level diskusi ilmiah, namun sudah jauh dari itu, saling kafir mengkafirkan bahkan saling bunuh. Para pengikut madzhab sudah sangat fanatik dengan madzhabnya masing-masing.
Imam Ahmad adalah contoh ril, bagaimana beliau disiksa oleh kalangan Muktazilah hanya karena berbeda pemikiran dengan mereka. Dan dibelakang Imam Ahmad, masih banyak ulama yang mengalami nasib serupa.

Imam Asyari mencoba untuk berdialog dengan semua madzhab. Beliau lantas meletakkan standar yang jelas terkait batasan iman dan kufur. Selama seseorang masih percaya dengan umurun minaddin bidharurah, atau prinsip dan pokok ajaran Islam berupa rukun iman dan islam, makaia tetaplah muslim. Adapun perilaku yang menyimpang, dianggapnya sebagai perbuatan maksiat. Meski demikian, tidak mengeluarkan seseorang dari keislaman. Maka syiah, khawarij, muktazilah dan banyak lagi kelompok Islam, mereka semua tetaplah muslim.

Beliau lantas menulis kitab maqalatul islamiyin yang berisikan mengenai prinsip dan pokok pikiran tiap kelompok Islam. Beliau menyampaikan dengan menjaga amanah ilmiah dan obyektif. Diahir buku, beliau menuliskan:
اشهدوا اني لا اكفر احدا من اهل القبلة

Saksikanlah oleh kalian bahwa saya tidak mengkafirkan siapapun dari para ahli kiblat.

Imam Ghazali, adalah salah satu dari ulama pengikut madzhab Asyari yang sangat ternama. Beliau banyak menulis kitab kalam Asyari, baik berupa konsep madzhab atau counter pada para filsuf maupun ulama kalam yang berbeda madzhab. Tulisanya sangat tajam dan berani. Beliau punya jiwa independen dan berani berijtihad dalam berbagai cabang ilmu.

Di masanya, perselisihan antar madzhab juga luar biasa. Perpecahan itu, karena perbedaan pemikiran dan fanatik buta umat Islam atas kelompoknya masing-masing. Umat sangat mudah mengkafirkan kelompok lain yang berbeda haluan.

Ghazali sangat perihatin dengan kondisi seperti ini. Sebagai pengikut Asyari, beliau mengikuti jejak sang imam, bahwa selama seseorang masih dalam bingkai Islam, maka tidak layak untuk dikafirkan. Bagi beliau, kafir mengkafirkan hanya akan menambah konflik bagi umat Islam dan melemahkan umat Islam. Beliau memberikan kritikan kepada ghulat Hanabilah yaitu pengikut madzhab Hambai yang ekstrim dan sangat fanatik terhadap pendapat para imamnya. Pun demikan, beliau memberikan kritikan tajam kepada pengikut madzhab Asyari yang fanatik buta kepada madzhabnya, sehingga seakan-akan mereka yang berada di luar madzhab Asyari adalah sesat dan kafir. Beliau adalah Imam yang mendambakan perdamaian.

Keprihatinan beliau dapat kita baca dengan jelas dalam kitabnya, faishalu attafriqah bainal Islam wa az-Zindiaah. Kitab ini, meski di tulis ratusan tahun lalu, namun masih sangat update. Baca buku ini, sekadan Ghazali hadir di zaman kita saat ini.

Imam Razi, juga ulama madzhab Asyari yang luar biasa. Beliau pembela persatuan umat dan tidak mudah mengkafirkan kelompok lain. Namun demikian, tidak membuatnya untuk tidak bersifat kritis kepada lian. Beliau tetap independen dalam memberikan pemikiran keislaman. Beliau tidak segan untuk meluruskan pendapat lawan yang dianggapnya menyimpang.

Beliau menulis buku asasu attaqdis, yang merupakan counter atas pemikiran kelompok Karamiyah dan Hasyawiyah Hanabilah. Dalam buku ini, dijabarkan mengenai kelemahan pendapat mereka. Meski sangat tajam, sekali lagi tidak sampai mengkafirkan kelompok lain yang berbeda haluian.

Sayangnya, buku ini, mengantarkan beliau kepada kematian. Karena beliau sangat keras dalam memberikan kritikan kepada kelompok Karamiyyah, ahirnya beliau diracun dan meninggal dunia. Sebelum meninggalpun beliau berwasiat agar jasadnya dikubur ditempat yang tidak diketahui orang banyak. Menurutnya, kebanyakan rakyat adalah awam. Mereka, dan khususnya kalangan karamiyah bias saja memfitnah beliau, dan mencincang tubuh beliau yang sudah menjadi mayat.

Itulah gambaran perseteruan di masa lalu. Perseteruan yang berdampak pada sikap saling mengkafirkan. Perseteruan yang juga berimplikasi pada pertumbahan darah. Kini, perseteruan hadir lagi di tengah-tengah kita. Muncul kelompok-kelompok Islam yang sangat mudah membidahkan, menyesatkan dan mengkafirkan kelompok lain. Mereka sangat keras, bahkan sebagian sampai melakukan pembunuhan masal seperti yang dilakukan ISIS di Suriah dan Irak. Mereka mengaku paling benar, dan selainnya adalah salah dak kafir. Maka selain mereka harus tunduk dengan kepemimpinan mereka. Jika tidak, maka layak dibunuh.

Di tanah air, muncul pula kelompok-kelompok seperti ini. Belum lama ini bahkan sampai terjadi peledakan di berbagai tempat, termasuk di gereja. Sungguh hal yang tidak pernah diajarkan oleh Islam. Padahal Rasulullah saw berwasiat kepada umatnya, agar melindungi mereka; melindungi kafir dzimmi. Umat Islam diperintahkan untuk tetap berdampingan dengan orang kafir yang hidup damai di tengah-tengah mereka. Jelas sikap mereka yang keras dan sampai membunuh itu, salah dan sesat. Mereka tidak mengikuti perintah Rasul saw junjungan. Pemikiran mereka ini harus diluruskan dari sikap ekstrim dalam memandang lian.

Suatu kali, muncul tekanan dari berbagai pihak agar Imam al-Azhar syaih Ahmad Tayib mengkafirkan ISIS. Syaih Azhar diminta mengeluarkan fatwa bahwa ISIS telah keluar dari Islam. Namun syaih Azhar menolak. Syaih Azhar tetap dalam pendiriannya sebagai pengikut madzhab Asyari, bahwa mereka tetap Islam, namun sesat.

Anehnya, di tanah air banyak yang megaku pengikut madzhab Asyari, namun tidak mengikuti para imam besar pembawa warisan sang Imam. Mereka mengaku ahli sunnah wal jamaah, namun perilakunya seperti orang awam dari kalangan Asyari yang dikritik Ghazali, yaitu taklid buta dan fanatik. Mereka bukan bersifat toleran, namun justru melakukan pengusiran ulama, intimidasi, penolakan atau bahkan pembubaran pengajian. Lebih dari itu, di Aceh sana, ada masjid Muhammadiyah yang dibakar. Sungguh naïf. Sikap yang sama sekali tidak pernah diajarkan oleh para imam pengikut madhzab Asyari.

Imam Asyari, Baqilani, Imam Haramain, Imam Ghazali, Ar-Razi, Imam Syahrstani, Imam Iji, Imam Baidhawi, dan seterusnya, adalah ulama yang sangat terbuka dengan perbedaan. Tidak ada sejarah bahwa mereka menolak pendapat lian dengan kekerasan. Tidak ada tertulis di buku-buku mereka untuk meminta pengikutnya menutup diri dan menolak dengan kekerasan atau melakukan pengusiran pengajian. Madzhab Asyari, mestinya tidak radikal.
Maka kembalikanlah madzhab Asyari kepada rel yang sesungguhnya. Jangan fanatik dan taklid buta. Tetap moderat. Tidak mudah berburuk sangka dan merasa paling NKRI. Mencobalah untuk memahami yang lain. Dahulukan sikap dialog. Dengan ini, persatuan yang didambakan oleh al-Ghazali, insyaallah dapat terlaksana. Wallahu a’lam

====================
Bagi yang ingin wakaf tunai untuk pembangunan Pondok Modern Almuflihun, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +201120004899

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

one × three =

*