Saturday, April 20, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Musyawarah Terkait Urusan Politik

khalid-bin-al-walid-jenderal-yang-tak-pernah-kalah

Sebelumnya sudah kami sampaikan bahwa perintah musyawarah yang secara sharih disebutkan dalam al-Quran, setidaknya di tiga tempat, yaitu terkait masalah keluarga, politik dan identitas seorang mukmin. Sebelumnya sudah kami singgung mengenai firman Allah yang menceritakan mengenai musyawarah terkait urusan keluarga. Sekarang kami akan menyebutkan ayat yang memerintahkan mengenai musyawarah dalam urusan politik.

 

Pertempuran Uhud adalah pertempuran yang pecah antara kaummuslimin dan kaum kafir Quraisy pada tanggal 22 Maret 625 M (7 Syawal 3 H). Sebelum terjadi peperangan, Rasulullah saw mengumpulkan para sahabat untuk bermusyawarah guna mengatur strategi perang, ayitu apakah pasukan kaum muslimin akan bertahan di Madinah ataukah akan bertahan di luar Madinah. Dalam diri Rasul sendiri sesungguhnya lebih memilih untuk bertahan di Madinah. Hanya saja, mayoritas sahabat yang hadir dalam musyawarah memilih untuk menghadapi musuh di luar Madinah.

 

 

Rasulullah saw meskipun beliau adalah seorang Nabi dan pimpinan tertinggi umat Islam, tidak memaksakan kehendaknya. Beliau tidak meminta kepada kaum muslimin untuk bertahan di Madinah seperti pendapat beliau. Namun beliau mengikuti pendapat mayoritas para sahabat.

 

 

Rasulullah lalu mengatur strategi perang. Pasukan kaum muslimin diminta untuk mentaati strategi yang sudah dirancang bersama. Berbagai kemungkinan stretegi lawan sudah dipertimbangkan. Rencana perang dipersiapkan secara matang.

 

Namun apalah artinya sebuah strategi tempur jika tidak ditaati oleh pasukan. Untuk itu, Rasul mewanti-wanti agar sahabat mengikuti aturan main yang sudah digariskan bersama. Dalam kenyataannya, sebagian kaum muslimin tidak tunduk kepada aturan yang sudah disepakati bersama. Sebagian sahabat melanggar aturan musyawarah yang berakibat pada kekalahan perang. Mengenai kekalahan perang dalam peristiwa Uhud ini diabadikan dalam al-Quran sebagai berikut:

 

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّـهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّـهِ ۚ إِنَّ اللَّـهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

 
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS Ali Imran : 159)

 

Ayat di atas secara gamblang memberikan perintah kepada Rasulullah saw untuk selalu bermusyawarah. Meskipin redaksi ayat. perintah musyawarah ditujukan kepada Rasulullah, namun dalam implementasinya juga berlaku kepada umatnya. Di sini bahkan bisa digunakan kiyas adna, yaitu, jika Rasulullah yang seorang Nabi dan pemimpin umat saja diperintahkan untuk selalu bermusyawarah, apalagi kita sebagai umatnya.

 
Rasul sudah bermusyawarah terlebih dahulu kepada para sahabat sebelum beliau dan pasukan kaum muslimin berangkat ke medan perang. Meski kenyataannya dalam pertempuran tersebut mengalami kekalahan, namun kekalahan itu dianggap sebagai mudarat yang lebih ringan. Dengan bermusyawarah, kekalahan ditanggung bersama dan persatuan umat tetap dapat dijaga. Bayangkan saja, jika musyawarah dinafikan kemudian umat Islam mengalami kekalahan, bisa saja antara mereka akan saling salah menyalahkan. Di sini yang rugi adalah umat Islam secara keseluruhan.

 

 

Musyawarah merupakan salah satu sarana untuk menciptakan persatuan umat. Adapun mengenai dampak yang ditimbulkan, itu menjadi akibat yang hanya Allah yang tau. Dengan musyawarah, apapun yang akan terjadi kemudian, menjadi tanggungjawab bersama. Tidak ada lagi saling menyalahkan antara satu dengan yang lainnya. Tidak ada lagi saling tuduh dan saling menjatuhkan.

 

Musyawarah juga sarana terbaik untuk memecahkan persoalan umat. Bisa jadi, ide yang kita anggap paling bagus, ketika dimusyawarahkan bersama, ternyata banyak mengandung kelemahan. Bisa saja, dalam dialog musyawarah ada pendapat lain yang lebih baik, atau bisa jadi malah memadukan sekian pendapat sehingga muncul solusi lain yang lebih ideal.

 

Mengurus rakyat bukan persoalan sepele. Tanggungjawab pemimpin bukan hanya kepada Sang Pencipta, tapi juga kepada rakyatnya. Kesalahan dalam membuat keputusan politik, bisa berdampak negatif terhadap seluruh lapisan masyarakat. Karena tanggungjawab publik ini lah, maka dalam urusan politik, terutama yang terkait dengan kebijakan strategis harus ditempuh dengan musyawarah bersama.

 

 

Musyawarah merupakan sarana yang sangat mulia. Ia mampu menjawab berbagai persoalan yang jika dipecahkan dengan sendiri-sendiri, belum tentu mendapatkan jalan yang lebih baik. Musyawarah menjadi ajaran orisinil yang datang dari Allah untuk dilaksanakan oleh seluruh umat Islam.

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

11 + seven =

*