Friday, April 19, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Minum Air Kencing Unta; Berhentilah Mengumpat Rasul Junjungan

Di beberapa media, belakangan ramai dibincangkan mengenai seorang dai yang konon mimum air kencing unta karena dianggap bagian dari sunnah. Lantas muncul berbagai tanggapan di media, baik yang mendukung atau yang kontra. Banyak pula yang mencerca dan menghina, serta menganggap bahwa beliau mengajak kepada kemunduran. Sampai-sampai muncul perkataan yang tidak elok dengan berpandangan sinis dan melecehkan terkait pandangan tersebut.

Terkait hadis minum air kencing unta, sesungguhnya adalah hadis shahih. Hadis tersebut telah diriwayatkan oleh dua Imam besar yang semua ulama hadis sepakat bahwa seluruh hadisnya dinggap shahih. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Perhatikan nas hadisnya sebagai berikut ini:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ فَاجْتَوَوْا الْمَدِينَةَ فَأَمَرَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِلِقَاحٍ وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا فَانْطَلَقُوا فَلَمَّا صَحُّوا قَتَلُوا رَاعِيَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاسْتَاقُوا النَّعَمَ فَجَاءَ الْخَبَرُ فِي أَوَّلِ النَّهَارِ فَبَعَثَ فِي آثَارِهِمْ فَلَمَّا ارْتَفَعَ النَّهَارُ جِيءَ بِهِمْ فَأَمَرَ فَقَطَعَ أَيْدِيَهُمْ وَأَرْجُلَهُمْ وَسُمِرَتْ أَعْيُنُهُمْ وَأُلْقُوا فِي الْحَرَّةِ يَسْتَسْقُونَ فَلَا يُسْقَوْنَ
Dari Anas bin Malik berkata, “Beberapa orang dari ‘Ukl atau ‘Urainah datang ke Madinah, namun mereka tidak tahan dengan iklim Madinah hingga mereka pun sakit. Beliau lalu memerintahkan mereka untuk mendatangi unta dan meminum air kencing dan susunya. Maka mereka pun berangkat menuju kandang unta (zakat), ketika telah sembuh, mereka membunuh pengembala unta Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan membawa unta-untanya. Kemudian berita itu pun sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelang siang. Maka beliau mengutus rombongan untuk mengikuti jejak mereka, ketika matahari telah tinggi, utusan beliau datang dengan membawa mereka. Beliau lalu memerintahkan agar mereka dihukum, maka tangan dan kaki mereka dipotong, mata mereka dicongkel, lalu mereka dibuang ke pada pasir yang panas. Mereka minta minum namun tidak diberi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Juga sabda beiau:
إِنَّ فِي أَبْوَالِ الْإِبِلِ وَأَلْبَانِهَا شِفَاءً لِلذَّرِبَةِ بُطُونُهُمْ
Artinya: “Sesungguhnya dalam air kencing unta dan susunya bisa untuk mengobati sakit perut mereka (rusak pencernaannya)“. (HR. Ahmad, Thabrani dan Thohawi)

Meski hadis di atas shahih, namun dalam system istidlalnya,terji perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Pokok perbedaan terletak pada sikap mereka dalammemandang air kencing unta, apakah najis layaknya najisnya air kencing manusia atau ia mempunyai kekhususan sehingga tidak najis. Implikasinya, jika ia tidak najis, maka ia layak dikonsumsi. Namun jika ia najis, maka tidak layak untuk dikonsumsi.
Sederhananya pendapat mereka bias kita bagi sebagai berikut:
Pertama: air kencing unta tidak najis.
Menurut Malikiyah dan Hanabilah, serta sebagian dari ulama Syafi’yah, seperti Ibnu Huzaimah, Ibnu Mundzir, Ibnu Hibban, Abu Sa’id al Isthihri, Royyani, mereka berpendapat bahwa air kencing unta tidak najis. Jika ia tidak najis maka boleh dikonsumsi. Dalilnya adalah dua hadis nabi di atas dan kaedah berikut:

العِبرَة بِعُمُومِ اللَّفظِ لَا بِخُصُوصِ السَّبَبِ
Artinya: “Teks-teks Al Qur’an dan Sunnah itu yang dipakai adalah keumuman lafadhnya, bukan kekhususan sebabnya.
Juga pernyataan Ibnu Mundzir sebagai berikut:
وَمَن زَعَمَ أَنَّ هَذَا خَاص بِأولَئكِ الأَقوَام فَلم يُصِب ، إِذ الخَصَائِص لَا تَثبُت إِلّا بِدَلِيل
Artinya: “Barang siapa yang mengatakan bahwa hadits ini khusus orang-orang tersebut, maka orang itu tidak benar, karena kekhususan itu tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil.”

Kedua: Air kencing unta najis.
Ini adalah perndapat jumhur Syafiiyah dan Hanafiyah. Jika ia najis maka ia tidak boleh dikonsumsi kecuali dalam kondisi darurat. Alasannya adalah terkait air kencing manusia yang dianggap najis. Jika air kencing manusia saja najis, dengan menggunakan kiyas al awla, tentu air kencing binatang lebih najis. Dengan demikian diharamkan untuk dikonsumsi, kecuali dalam kondisi darurat.

عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي قَبْلَ أَنْ يُبْنَى الْمَسْجِدُ فِي مَرَابِضِ الْغَنَمِ
“Dari Anas berkata, “Sebelum masjid dibangun, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam shalat di kandang kambing.” (HR. Bukhari)
Atau hadis lain:
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَأَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُومِ الْغَنَمِ قَالَ إِنْ شِئْتَ فَتَوَضَّأْ وَإِنْ شِئْتَ فَلَا تَوَضَّأْ قَالَ أَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُومِ الْإِبِلِ قَالَ نَعَمْ فَتَوَضَّأْ مِنْ لُحُومِ الْإِبِلِ قَالَ أُصَلِّي فِي مَرَابِضِ الْغَنَمِ قَالَ نَعَمْ قَالَ أُصَلِّي فِي مَبَارِكِ الْإِبِلِ قَالَ لَا
Dari Jabir bin Samurah bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Apakah kami harus berwudhu karena makan daging kambing?” Beliau menjawab, “Jika kamu berkehendak maka berwudhulah, dan jika kamu tidak berkehendak maka janganlah kamu berwudhu.” Dia bertanya lagi, “Apakah harus berwudhu disebabkan (makan) daging unta?” Beliau menjawab, “Ya. Berwudhulah disebabkan (makan) daging unta.” Dia bertanya, “Apakah aku boleh shalat di kandang kambing?” Beliau menjawab, “Ya boleh.” Dia bertanya, “Apakah aku boleh shalat di kandang unta?” Beliau menjawab, “Tidak.” (HR. Muslim)

Jika kita lihat, para ulama yang baik yang mengatakan najis atau tidak, sama-sama menggunakan dalil shahih. Mereka juga menggunakan sistem istidlal sebagaimana umum digunakan oleh para ulama ushul baik melalui dalil mantuq, kiyas, kaedah ushuliyyah, atau lainnya. Dan mereka sama-sama mengedepankan etika dengan tidak mencela atau mengolok-olok matan hadis.

Mereka adalah ulama besar yang sangat hormat kepada Rasul junjungan. Mencela hadis dengan ungkapan yang tidak layak, bukan pribadi seorang muslim. Sejatinya, kita sebagai orang awam, bersikap bijak dengan meneladani sikap para ulama dalam memandang hadis nabi.

Sangat tidak layak jika kita yang tidak tau apa-apa, tidak pernah belajar hadis, atau tidak pernah meneliti derajat hadis, lalu ikut-ikutan mencemooh hadis. Hati-hati, yang kita cemooh adalah sabda Rasulullah saw, nabi junjungan kita. Beliau yang menuntun umat manusia, dari kejahilan menuju jalan hidayah. Beliau yang akan membawa pengikutnya menuju surga dan ridha-Nya.

Silahkan jika Anda tidak setuju dan memilih pendapat para ulama yang membolehkan untuk mengkonsumsi air kencing unta. Silahkan pula jika Anda menolak, karena merasa jijik atau sejenisnya. Namun jangan diperolok-olokkan. Hati-hati, ini adalah sabda Rasul junjungan. Kita harus mengedepankan etika.

Jika Anda tidak sependapat, lebih baik Anda diam saja. Atau silahkan sampaikan argumen ulama secara ilmiah dan obyektif. Silahkan teliti air kencing unta. Sanggah ataud ukung dengan data empiris. Sikap seperti ini yang diharapkan. Karena ia menjadikan hadis nabi sebagai titik tolak kemajuan ilmu.
Jika hasilnya negative, tetaplah bersikap sopan. Karena bias jadi, rasul memerintahkan pada waktu dan posisi yang tepat. Atau karena alas an darurat. Atau alas an lain yang kita tidak tau. Namun jangan sampai larut dalam caci maki dan cemooh.
Jika hasilnya positif, justru menjadi daya dukung mengenai kebenaran sabda Nabi junjungan. Hati-hati, ini menyangkut Rasul junjungan. Sangan sampai amal perbuatan baik kita runtuh seluruhnya karena kita tidak sopan dengan Nabi Rasul junjungan.

Ingatlah bahwa dahulu, ada seseorang yang memanggiln nabi junjungan dengan mengangkat suara, dengan berteriak. Bukan maksud hati merendahkan rasul atau menghina. Namun karena kebiasaan dia, ketika memanggil seseorang dengan mengangkat suara.
Taukah apa ancaman orang tersebut? Runtuhnya seluruh amal baik. Perhatikan firman Allah berikut ini:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari.

Jika kita tidak bisa menjaga lisan kita, lebih baik kita diam. Dan itu lebih menyelamatkan diri kita.

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Al-Bukhari dan Muslim).
Wallahu a’lam
======================
Bagi yang ingin wakaf tunai untuk pembangunan Pondok Modern Almuflihun, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +201120004899

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

ten + two =

*