Thursday, April 25, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Menyikapi Pertanyaan “Di Mana Allah?”

rewqtty

Sering kita mendengar pertanyaan ini, “Di manakah Allah?”.Di kalangan mutakallimun, jawaban atas pertanyaan “di mana allah”, bermacam-macam, tergantung alirannya masing-masing.

 

Umumnya, orang Asyari dan muktazilah berpendapat bahwa Allah lepas dari ruang waktu. Sementara itu, pertanyaan dimana, menyangkut ruang waktu. Allah ada, sebelum ruang waktu ada, dan Allah tetap aka nada, meski ruang waktu dihancurkan.

Orang-orang Salafi cenderung berpegang dengan pendapat bahwa Allah berada di langit. Hal itu mereka pahami dari hadis nabi yang bertanya kepada seorang budak dan menjawabnya bahwa Allah ada dilangit.

Kelompok Jahmiyah, termasuk juga pemikir kontemporer Harun Yahya  berpendapat bahwa Allah ada di mana-mana.

Bagi saya sendiri, pertanyaan di mana Allah, tidak penting. Jika seseorang sudah beriman kepada Allah, cukuplah baginya.  Kita sesama muslim sudah maklum bahwa Allah itu ada. Ini adalah ushul akidah. Jika ini berubah, maka akidah kita telah terancam. Kita keluar dari millah.

Sementara itu, pertanyaan lanjutan terkait “Di mana Allah”, masuk dalam ranah “furu akidah”, cabang dari pembahasan ilmu akidah. Jika kita mau percaya Allah ada dilangit seperti para pengikut salafiyuun (ibnu Taimiyah dll), dipersilahkan. Jika percaya dengan pendapatnya pengikut Asyari, juga silahkan

mau ikut pendapatnya Jahm dan Harun Yahya juga silahkan

 

Toh jawaban tadi tidak membuat kita menjadi kafir. Kita pegang keyakinan kita, dengan tetap hormat kepada pendapat orang yang berbeda. Jika kita ingin menanggapi perbedaan, dipersilahkan.

Budaya ulama kita terdahulu jika ingin menanggapi pendapat yang berbeda, biasanya mereka menyebutkan seluruh pendapat sebelumnya, lalu melihat kelemahan satu-satu dan pilih pendapat yang paling rajih.

 

Untuk kasus ini, say memilih pendapatnya imam Ghazali dari kalangan. Namun saya tetap menghormati pendapat yang lain.

 

 

Kecuali jika kita berhadapan dengan kaum non muslim, maka kita harus dapat menerangkan secara logis. Toh semua sepakat bahwa akal tidak akan pernah bertentangan dengan naql, seperti yang diterangkan oleh Ibnu Taimiyah dalam kitab Dar’u Ta’arudil Aqli Wannaqli dan Ibnu Rusyd dalam kitab Fashlul Maqal Fima Baina Asyariah wal Hikmah minal Ittashal. Kita hadapi mereka sesuai dengan segenap kemampuan kita masing masing.

 

 

Saya kurang sependapat jika hanya masalah “di mana allah”, kemudian kita saling mengkafirkan dan menyesatkan. Sering sayamendengar ceramah dari kalangan Salafi yang dengan mudah menuduh aliran lain sesat, sehingga pengikut Asyariah disesatkan dan dibidahkan. Kalau begitu, NU dan para ulama Azhar sesat semua karena mereka umumnya pengikut mazhab Asyariy

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

1 × five =

*