Thursday, April 25, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Maqashid Syariah Pada Masa Sahabat

Tatkala Rasulullah saw masih hidup, segala persoalan dapat ditanyakan langsung kepada beliau. Umat Islam tiggal menunggu jawaban, ketentuan hukum dan solusi yang diberikan oleh Rasulullah saw. Apa yang disampaikan Rasulullah saw, sesungguhnya adalah wahyu Allah. Karena beliau tidak akan memberikan ketetapan hukum, kecuali telah mendapatkan wahyu dari Allah saw. Terkait hal ini, Alah swt berfirman:
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ (3) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ (4) عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَىٰ
Dan ia tidak memperkatakan menurut kemahuan dan pendapatnya sendiri. () Segala yang diperkatakannya itu tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya. () wahyu itu (disampaikan dan) diajarkan kepadanya oleh (malaikat jibril) yang amat kuat gagah (QS. An-Najm: 3-5)

Kondisi berubah setelah Rasulullah saw wafat. Persoalan masyarakat terus bermunculan. Apalagi telah terjadi p[erluasa wilayah Islam yang luarbiasa. Umat Islam mulai berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain. Banyak hal baru bagi umat Islam. Mereka menemukan sesuatu, yang belum pernah ada di masa Rasulullah saw atau di daerah mereka tinggal. Banyak pula pertanyaan dari para muallaf dari bangsa-bangsa itu, yang notabene merupakan bekas peradaban besar seperti peninggalan wilayah Romawi dan Persia yang sebelumnya telah memiliki hukum sendiri. Kawasan itu juga mempunyai kondisi dan tradisi yang berbeda dengan kawasan Arab.

Persoalan itu harus dipecahkan, sementara Rasululah sudah tidak berada di tengah-tengah mereka lagi. Kondisi seperti ini menuntut para sahabat untuk selalu berijtihda guna melangsungkan risalah kenabian. Ijtihad tersebut untuk memberikan pemecahan persoalan dan solusi atas persoalan yang sedang mereka hadapi.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh para sahabat adalah dengan menggali spirit dan ruh dari ayat al-Quran dan sunah nabi Muhammad saw. Spirit dan ruh nas itu, kemudian dijadikan sebagai salah satu acuan dan standard dalam berijtihad.

Bagaimana mereka dapat mengetahui ruh, maqashid dan spirit wahyu? Tentu saja dengan ilmu alat yang mereka miliki secara fitrah dan bawaan. Para sahabat adalah manusia yang hidup di tengah-tengah Rasulullah saw. Mereka mengetahui kondisi tatkala suatu ayat turun. Mereka juga menyakiskan sebab-sebab turunnya ayat, sebab Rasulullah bersabda, sebab diamnya Rasulullah, ketegasan nabi, kelemahlembutan nabi, kapan nabi marah, kapan tersenyum, kapan nabi bertindak sebagai hakim, pemimpin perang, sebagaibagian dari masyarakat dan lain sebagainya. Mereka paham tatkala rasulullah saw memberikan ketetapan hukum atas suatu persoalan, karena didasari dengan portimbangan tertentu. Para sahabat, paham benar terkait dengan sosiokultural turunnya teks al-Quran atau hadis nabi.

Selain itu, sahabat juga paham dengan konstruksi bahasa Arab. Ini tidak heran karena teks al-Quran dan sunnah nabi adalah bahasa mereka sehari-hari. Bahasa kitab suci itu, bukan hal yang asing bagi mereka. Al-Quran sendiri meyatakan dengan sharih bahwa ia turun dengan bahasa Arab yang jelas, yaitu bahasa yang digunakan oleh para penduduk Arab.

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. (QS Yusuf: 2)
وَكَذَلِكَ أَنْزَلْنَاهُ حُكْمًا عَرَبِيًّا وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَمَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا وَاقٍ
Dan demikianlah, Kami telah menurunkan Al Quran itu sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab. Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah. (QS. Ar-Ra’d: 37)
وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّهُمْ يَقُولُونَ إِنَّمَا يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ لِسَانُ الَّذِي يُلْحِدُونَ إِلَيْهِ أَعْجَمِيٌّ وَهَذَا لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُبِينٌ
Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: “Sesungguhnya Al Quran itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad).” Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa ‘Ajam, sedang Al Quran adalah dalam bahasa Arab yang terang. (QS. An-Nahl: 103)

Mereka menyadari mengenai tingginya nilai kesusastraan bahasa al-Quran, karena ia turun dengan bahasa mereka. Jadi, mereka pakar bahasa Arab, secara fitrah dan bawaan. Dari kemampuan bahasa ini, menjadi unsur dan faktor seseorang melakukan ijtihad.

Berbagai faktor di atas, dan Interaksi langsung dengan Rasulullah menjadi sarana penting mengenai kemampuan ijtihad para sahabat. Jadi, kemampuan ijtihad bagi sebagian sahabat, seperti fitrah dan bawaan lahir. Alat-alat untuk melakukan ijtihad sudah mereka miliki tanpa mereka disadari. Dengan bekal di atas, mereka dapat menangkap ruh, maqashid dan spirit al-Quran dan sunnah nabi Muhammad saw.

Mengenai kemampuan ijtihad sahabat ini, Imam Ahmad bin Hambal berkata, “Setiap persoalan yang ditanyakan (kepadaku), selalu aku jumpai jawabannya dari kalangan para sahabat. Dalam menentukan kesimpulan hukum, para sahabat berpijak pada nas. Para sahabat juga melakukan ijtihad dengan akal dan memutuskan perkara dengan menggunakan dalil kiyas”. (Ibnu Taimiyah, Majmu’[ fatawa 19/285)

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

two × 2 =

*