Thursday, April 25, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Makna Akidah Shahikah

Seri Syarah HPT Bab Iman.
Artikel ke-43

اَمَّا بَعْدُ فَاِنَّ الفِرْقَةَ النَّاجِيَةَ (1 (مِنَ السَّلَفِ اَجْمَعُوا عَلَى الإِعْتِقَادِ بِأَنَّ العَالَمَ آُلَّهُ حَادِثٌ خَلَقَهُ االلهُ مِنَ العَدَمِ وَهُوَ اَىِ العَالَمُ) قَابِلٌ لِلفَنَاءِ (2 (وَعَلَى اّنَّ النَّظْرَ فِى الكَوْنِ لِمَعْرِفَةِ االلهِ وَاجِبٌ شَرْعًا (3 (وَهَا نَحْنُ نَشْرَعُ فِى بَيَانِ اُصُولِ العَقَائِدِ الصَّحِيْحَةِ.

Kemudian dari pada itu, maka kalangan ummat yang terdahulu, yakni mereka yang terjamin keselamatannya (1), mereka telah sependapat atas keyakinan bahwa seluruh ‘alam seluruhnya mengalami masa permulaan, dijadikan oleh Allah dari ketidak-adaan dan mempunyai sifat akan punah (2). Mereka berpendapat bahwa memperdalam pengetahuan tentang ‘alam untuk mendapat pengertian tentang Allah, adalah wajib menurut ajaran Agama (3). Dan demikianlah maka kita hendak mulai menerangkan pokok-pokok kepercayaan yang benar.

Akidah merupakan kepercayaan dan keyakinan yang ada dalam hati kita terkait dengan ketuhanan, para rusul dan apa yang diberitakan oleh mereka. Akidah yang benar, akan mengantarkan kita kepada ajaran yang benar dan prilaku yang benar pula. Sebaliknya akidah dan keyakinan yang salah, akan mengantarkan kita kepada perilaku yang salah pula.

Akidah sesungguhnya bukan saja terkiat dengan kepercayaan dengan Tuhan, karena akidah punya implikasi lain dalam kehidupan kita sehari-hari. Akidah merupakan pandangan hidup manusia dalam memandang Tuhan dan alam raya. Perbedaan prilaku manusia di dunia, baik yang paling baik atau paling jahat, sesungguhnya merupakan implikasi dari keyakinan yang ada dalam hatinya. Prilaku tersebut, menjadi gambaran nyata terkait kepercayaan dia dalam memandang alam raya.

Jika kita buka kitab-kitab ilmu kalam, seperti al-Ibkar fi Ushuluddin karya imam Amidi, atau kitab Arbaia fi Ilmi al-Kalam karya imam Arrazi, bahasan pertama yang dikaji terkait dengan akidah adalah masalah wujud (ontology). Ia menjadi tangga pertama para ulama kalam dalam mengkaji ilmu akidah. Bahasa wujud sangat penting, karena ia terkait erat dengan eksistensi manusia di muka bumi. Kepercayaa dan pandangan manusia atas wujud, akan berimplikasi kepada pandangan dia terhadap Tuhan, manusia, alam raya dan etika serta rpilaku dia dalam menjalani kehidupan di dunia.

Dalam bab wujud ini, kita akan disuguhi berbagai terma terkait wujud (ada) dengan adam (tiada), perbedaan antara keduanya, adakah wujud azal, lalu terkait dengan wajibul wujud dan mumkinul wujud, jauhar (atom), a’radh (sifat benda), zaman (ruang), makan (waktu) dan lain sebagainya. Dari bahasa wujud tadi, nantinya akan mengarah kepada manusia yang mumkinul wujud dan apa yang harus dilakukan manusia, terutama terkait hak dan kewajibannya dengan wajibul wujud.

Manusia sebagai mumkinul wujud, ketika hidup di dunia mempunyai sifat ikhtiyariyah (pilihan) dan iradah (keinginan). Bagaimana nantinya manusia akan memilih mengenai kebenaran dan kebatilan? Apakah posisi manusia di dunia sekadar menjalani ketentuan Tuhan, atau mempunyai pilihan yang independen? Bagaimana posisi manusia di hadapan Tuhan? Apa tugas manusia di dunia ini? Bagaimana dengan amanah Tuhan untuk membangun peradaban di dunia? Bagaimana juga cara interaksi dengan sesama manusia? Semua pertanyaan tadi, menjadi bahasan penting dalam ilmu akidah atau ilmu kalam. Banyak silang pendapat mengenai posisi manusia ini. Semua akan berpendapat dengan berargumennya masing-masing.

Kesadaran tentang manusia sebagai mumkinul wujud, akan berimplikasi kepada kesadaran mengenai tugas manusia di muka bumi. Wajibul wujud, tatkala menciptakan manusia, tidak kemudian membiarkan manusia hidup secara bebas tanpa ada tuntunan dan aturan. Manusia membutuhkan bimbingan sehingga dapat membedakan antara yang hak dan batil. Manusia membuhuhkan Di sini ilmu akidah atau kalam lantas membahas mengenai kenabian.

Nabi berfungsi sebagai utusan Tuhan yang akan memberikan bimbingan kepada umat manusia mengenai jalan dan sesuai dengan syariat. Nabi akan menunjukkan perbedaan antara yang hak dan yang batil. Sebagian nabi juga dibekali dengan kitab suci sehigga tatkala nabi meninggal dunia, masih ada tuntunan tertulis yang bisa dijadikan pedoman bagi mereka.

Manusia sebelumnya tidak ada, lalu ada dan akan berakhir kepada ketiadaan.Hanya saja, manusia tidak tau, apakah ketiadaan itu benar-benar tiada dalam arti musnah, ataukah sekadar perpindahan dari satu alam ke alam lain? Di sini ilmu akidah atau kalam akan mengkaji mengenai jasad dan ruh. Akan ada bahasan, mana yang sifatnya “kekal”, dan mana yang tidak.

Lantas, apa itu alam ghaib? Apa yang akan terjadi ketika manusia berpindah alam lain? Di sini ilmu akidah atau ilmu kalam mengkaji alam kubur, hari kebangkitan, hisab, shirath surag dan neraka. Bahasan sangat detail disertai dengan argumentasi yang sangat logis.

Jadi, ilmu akidah atau ilmu kalam sesungguhnya adalah “Pandangan Hidup (Worldview)” bagi kelompok Islam. Ilmu akidah atau ilmu kalam merupakan “filsafat Islam”. Ia membahas tentang Tuhan, manusia, sikap manusia di hadapan Tuhan, perjalanan manusia ke akhirat dan lain sebagainya.

Akidah sebagai kepercayaan manusia, dapat dibagi menjadi dua. Pertama adalah akidah yang benar (akidah shahihah) dan kedua akidah yang salah (akidah batilah). Akidah yang benar adalah kepercayaan manusia terhadap urusan ketuhanan serta berbagai bahasan terkait, sesuai dengan apa yang tertera dalam kitab suci al-Quran dan sunnah nabi Muhammad saw. Sementara akidah yang batil, adalah kepercayaan manusia terhadap berbagai prinsip ketuhanan serta segala sesuatu yang terkait, dan bertentangan dengan petunjuk yang telah digambarkan dan dijelaskan oleh wahyu dan sunnah nabi Muhammad saw.

Akidah yang benar adalah akidah yang telah dibawa dan diajarkan oleh para nabi, dari nabi adam as. Hingga nabi Muhammad saw. Semua nabi tersebut berasal dari satu pokok wahyu, yaitu Allah swt. Karena sumbernya sama, maka pokok-pokok akidah yang diajarkan oleh para nabi juga sama dan tidak ada perbedaan sama sekali. Perhatikan firman Allah berikut ini:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
Artinya: “Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (QS. Al-Anbiya: 25).

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

Artinya: “Dan sungguh telah Kami utus kepada setiap umat seorang Rasul yang menyerukan ‘Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut (sesembahan selain Allah)’” (QS. An Nahl: 36)

Nabi Nuh as pernah menyatakan sebagaimana berikut:
وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Artinya: “Dan aku diperintahkan untuk menjadi muslim.” (QS. Yunus: 72)
Nabi Ibrahim juga pernha menyatakan sebagaimana berikut:
إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya: “Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: “Tunduk patuhlah!” Ibrahim menjawab: “Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam”. (QS. Al-Baqarah: 131).
Di ayat ini, Allah menceritakan tentang apa yang diseur nabi Ibrahim dan nabi Ya’qub sebagaimana berikut ini:
وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَابَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Artinya: “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.” (QS. Al-Baqarah: 132).

Nabi musa as, menyeru kaumnya untuk beriman kepada Allah yang Esa dengan menyatakan sebagaimana berikut ini:
يَا قَوْمِ إِن كُنتُمْ آمَنتُم بِاللهِ فَعَلَيْهِ تَوَكَّلُواْ إِن كُنتُم مُّسْلِمِينَ
Artinya: “Berkata Musa: “Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakkallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang muslim.” (QS. Yunus: 84)

Nabi Isa, juga menyatakan sebagaimana berikut ini:
آمَنَّا بِاللهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Artinya: “Saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang muslim.” (QS. Ali Imran: 52).
Perbedaan para rasul, bukan pada pokok akidah atau akhlak. Terkait dua hal tersebut, semuanya sama. Berbedaan ajaran para nabi hanya terletak pada sisi persoalan fikih saja. Hal ini sesuai dengan firman Allah sebagaimana berikut ini:

لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا

Artinya: “Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.” (QS. Al-Maa-idah: 48)

شِرْعَةً artinya adalah jalan. Manhaj artinya jalan atau metode. Maksudnya adalah bahwa setiap umat dari para nabi, mereka mempunyai ajaran dan metode sendiri-sendiri. Perbedaan itu merupakan ketentuan dan hikmah dari Allah saw. dan terkait erat dengan persoalan praktis (amaliyah). Seperti syariat Nabi Musa as yang mengharamkan lemak sapi dan kambing. Sementara itu, bagi umat Islam, lemak dihalalkan, seperti dalam firman Allah berikut ini:

وَعَلَى الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا كُلَّ ذِي ظُفُرٍ وَمِنَ الْبَقَرِ وَالْغَنَمِ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ شُحُومَهُمَا إِلَّا مَا حَمَلَتْ ظُهُورُهُمَا أَوِ الْحَوَايَا أَوْ مَا اخْتَلَطَ بِعَظْمٍ ذَلِكَ جَزَيْنَاهُمْ بِبَغْيِهِمْ وَإِنَّا لَصَادِقُونَ
Artinya: Kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan segala binatang yang berkuku dan dari sapi dan domba, Kami haramkan atas mereka lemak dari kedua binatang itu, selain lemak yang melekat di punggung keduanya atau yang di perut besar dan usus atau yang bercampur dengan tulang. Demikianlah Kami hukum mereka disebabkan kedurhakaan mereka; dan sesungguhnya Kami adalah Maha Benar. (QS. al-An’am: 146)

Dalam syariatnya Nabi Yusuf as, sujud sebagai tanda hormat kepada orang soleh dibolehkan. Sebagaimana saudara-saudaranya Yusuf sujud kepada Yusuf sebagaimana firman Allah berikut ini:

وَرَفَعَ أَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا ۖ وَقَالَ يَا أَبَتِ هَٰذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقًّا ۖ وَقَدْ أَحْسَنَ بِي إِذْ أَخْرَجَنِي مِنَ السِّجْنِ وَجَاءَ بِكُمْ مِنَ الْبَدْوِ مِنْ بَعْدِ أَنْ نَزَغَ الشَّيْطَانُ بَيْنِي وَبَيْنَ إِخْوَتِي ۚ إِنَّ رَبِّي لَطِيفٌ لِمَا يَشَاءُ ۚ إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
Artinya: “Dan Yusuf menaikkan kedua orang tuanya ke atas singgasana. Dan mereka (semua) tunduk bersujud kepadanya (Yusuf). Dan dia (Yusuf) berkata, “Wahai ayahku! Inilah takwil mimpiku yang dahulu itu. Dan sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya kenyataan. Sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari penjara dan ketika membawa kamu dari dusun, setelah setan merusak (hubungan) antara aku dengan saudara-saudaraku. Sungguh, Tuhanku Mahalembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana”. [Surat Yusuf ayat 100]

Dalam Syariat Nabi Muhammad saw, sujud kepada manusia dilarang, sebagaimana sabda beliau:
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
Artinya: “Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya.” (HR. Turmudzi 1159, Ibnu Hibban 1291 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)
Terkait dengan kesatuan pokok seluruh ajaran para nabi, nabi Muhammad saw bersabda:
الْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ لِعَلَّاتٍ ، أُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ
Para nabi itu ibarat saudara seibu. Ibu mereka berbeda-beda, agama mereka adalah satu.” (HR. Bukhari 3443 dan Muslim 2365).

Itulah akidah yang benar, yaitu akidah seperti yang dibawa oleh para nabi. Sementara itu, akidah yang menyimpang adalah akidah yang bertentangan dengan apa yang dibawa oleh para nabi. Bisa jadi, karena ajaran para nabi yang diselewengkan, atau mereka percaya dengan Tuhan lain dan bertentangan dengan ajaran para nabi.

Injil dan taurat saat ini, telah banyak diselewengkan. Ajaran yang ada di dalamnya juga sudah menyimpang dan menyesatkan. Akidah yang terdapat dalam dua kitab tersebut, saat ini sudah berbeda dengan akidah yang pernah diajarkan oleh para nabi baik Musa ataupun nabi Isa. Nabi Musa tidak pernah menyatakan bahwa Uzair adalah anak Tuhan, sebagaimana nabi Isa tidak pernah mengajarkan tentang paham Trinitas. Terkait hal ini, Allah berfirman sebagaimana berikut ini:

وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ۖ ذَٰلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ ۖ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ ۚ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ ۚ أَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ﴿٣٠﴾اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

Artinya: Dan orang-orang Yahudi berkata, “Uzair adalah putera Allâh,” dan orang-orang Nasrani berkata, “al-Masîh adalah putera Allâh”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka. Mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allâh memerangi (melaknat) mereka. Bagaimana mereka sampai berpaling? (31) Mereka menjadikan orang-orang alim mereka dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allâh dan (juga mereka mempertuhankan) al-Masih putera Maryam. Padahal mereka hanya disuruh beribadah kepada Tuhan Yang Esa. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allâh dari apa yang mereka persekutukan.” [At-Taubah/9: 30 – 31]

قَالُوا۟ ٱتَّخَذَ ٱللَّهُ وَلَدًۭا ۗ سُبْحَـٰنَهُۥ ۖ هُوَ ٱلْغَنِىُّ ۖ لَهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَ‌ٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ۚ إِنْ عِندَكُم مِّن سُلْطَـٰنٍۭ بِهَـٰذَآ ۚ أَتَقُولُونَ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ ﴿٦٨﴾
Artinya: “Mereka (orang-orang Yahudi dan Nasrani) berkata: “Allah mempunyai anak.” Maha Suci Allah; Dialah Yang Maha Kaya; kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Kamu tidak mempunyai hujah tentang ini. Pantaskah kamu mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?” (QS Yūnus [10]: 68)
وَقَالُوا۟ ٱتَّخَذَ ٱلرَّحْمَـٰنُ وَلَدًۭا ﴿٨٨﴾ لَّقَدْ جِئْتُمْ شَيْـًٔا إِدًّۭا ﴿٨٩﴾ تَكَادُ ٱلسَّمَـٰوَ‌ٰتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنشَقُّ ٱلْأَرْضُ وَتَخِرُّ ٱلْجِبَالُ هَدًّا ﴿٩٠﴾ أَن دَعَوْا۟ لِلرَّحْمَـٰنِ وَلَدًۭا ﴿٩١﴾ وَمَا يَنۢبَغِى لِلرَّحْمَـٰنِ أَن يَتَّخِذَ وَلَدًا ﴿٩٢﴾ إِن كُلُّ مَن فِى ٱلسَّمَـٰوَ‌ٰتِ وَٱلْأَرْضِ إِلَّآ ءَاتِى ٱلرَّحْمَـٰنِ عَبْدًۭا ﴿٩٣﴾
“Dan mereka berkata: “Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar. Hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba” (QS Maryam [19]: 88–93).

Artinya: Pokok ajaran nabi Musa as dan Isa as telah berbeda dari apa yang dibawa oleh para nabi. Dalam kitab Taurat dan Injil saat ini, telah banyak campur tangan manusia, sehingga mengalami perubahan. Terkadang satu pedeta atau kelompok keagamaan dengan kelompok lain, mempunyai perbedaan prinsipil sehingga antar mereka berdebat soal pokok ketuhanan. Hal ini sesuai dengan firman Allah berikut ini:
يَاأَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تُحَاجُّونَ فِي إِبْرَاهِيمَ وَمَا أُنْزِلَتِ التَّوْرَاةُ وَالْإِنْجِيلُ إِلَّا مِنْ بَعْدِهِ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

Artinya: Hai Ahli Kitab, mengapa kamu bantah membantah tentang hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak berpikir? (QS. Ali Imran: 65).

Sangat banyak ayat al-Quran dan hadis nabi yang menerangkan mengenai perubahan dan campur tangan manusia terhadap kitab suci Taurat dan Injil. Nabi Muhammad saw selain untuk meluruskan pemahaman para nabi yang telah diselewengkan, juga menyempurnakan ajaran mereka. Oleh karena itu, banyak ayat al-Quran yang meminta agar para ahli kitab baik dari kalangan Yahudi atau Nasrani untuk kembali ke jalan yang benar dengan mengikuti ajaran nabi Muhammad saw sebagaimana firman Allah berikut ini:

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْاْ إِلَى كَلَمَةٍ سَوَاء بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلاَّ نَعْبُدَ إِلاَّ اللّهَ وَلاَ نُشْرِكَ بِهِ شَيْئاً وَلاَ يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضاً أَرْبَاباً مِّن دُونِ اللّهِ فَإِن تَوَلَّوْاْ فَقُولُواْ اشْهَدُواْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

“Artinya : Katakanlah (Muhammad) : ‘Hai ahli kitab ! Marilah kamu kepada suatu kalimat yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, yaitu ; hendaklah kita tidak menyembah selain Allah dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya serta janganlah sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka :’Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang muslim (menyerahkan diri kepada Allah)”. (Ali ‘Imran :64).

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” [Al-Maa-idah: 3]

Bersambung…………………..

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

1 × 5 =

*