Wednesday, April 24, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Lanjutan Tentang Had

pagarHad (batasan tadi) bisa jadi kembali kepada perkataan orang yang membuat had atau kembali kepada sifat sesuatu yang dilakukan had. Mengenai hal ini, para ulama Asyari berbeda pendapat. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa had kembali kepada sesuatu atau benda yang bersangkutan. Menurut mereka, antara had dan hakikat artinya sama. Oleh karenaitu mereka mengatakan, had adalah hakekat dan makna atas sesuatu.
Menurut Qadhi al-Baqilani bahwa had kembali kepada orang yang membuat had atau sifatnya. Menurut mereka, akan rancu jika had kembali kepada barang atau sesuatu yang bersangkutan. Atau, akan rancu jika had diartikan sama dengan hakekat. Jika had adalah hakekat, maka semua hakekat bisa kita sebut dengan had, padahal dalam kenyataannya tidak demikian. Contoh Allah bisa disebut kahekat Allah, tapi tidak bisa kita mengatakan dengan had Allah.
Menurut imam Amidi, bahwa had secara bahasa adalah batasan. Jika dilihat dari sisi bahasa ini, maka sebenarnya tidak ada salahnya ketika had diartikan juga dengan hakekat. Disebut demikian, akrena had akan membatasi definisi sesuatu, sehingga apapun yang berada di luar definisi tadi, secara otomatis diluar dari hakekat sesuatu. Contoh sederhana seperti shalat yang sudah kami contohkan di atas.
Meski Allah tidak bisa dikatakan sebagai had, namun secara bahasa, had memang hakekat. Allah tidak disebut had, karena secara syariat memang tidak ada.  Tujuan pembahasan kita sebenarnya bukan had dengan arti bahasa tadi, namun lebih kepada upaya agar ketika memberikan definisi terhadap sesuatu dapat pas dans seuai dengan realita.

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

20 − 12 =

*