Friday, April 19, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Kyai, Jagalah Izzah Ulama

Beberapa waktu ini, hati saya gundah. Serasa sedih melihat Kyai kita yang sangat kita hormati, Kyai panutan umat dan sekaligus sebagai ketua MUI, menjadi bulan-bulanan media. Bagi saya, ulama adalah pewaris nabi yang sangat mulia dan harus dimuliakan. Apalagi posisi beliau yang memimpin Majelis Ulama Indonesia, meski sat ini non aktif. Beliau yang sebelumnya punya stempel fatwa halal haram atas suatu persoalan umat. Beliau menjadi tumpuan dan harapan umat, menjadi petunjuk jika ada sestu yang meragukan bagi persoalan masyarakat. Rasa-rasanya hati tersayat, ulama kita menjadi bulan-bulanan media. Beliau serasa menjadi tidak berdaya, dan terbawa oleh orang-orang yang mengusungnya. Beliau diseret ke dunia yang sesungguhnya bukan bagian dari dunianya.

Sebelumnya viral beliau berfoto dengan para wanita yang buka aurat. Lalu muncul video, beliau bertepuk tangan, memaksa diri untuk larut dalam kebingaran politik dengan bidun yang menari meliuk-liuk sambil menyanyikan lagu….entah lagu apa. beliau bertepuk tangan, dengan peci dan jubah kebesaran seorang ulama. Betapa hati ini tersayat dan sangat sedih melihatnya.

Benarlah kata rekan, bahwa mereka sukses menghinakan ulama. Seorang yang semestinya dihormati, sekarang dipaksa harus ikut dalam hiruk pikuk dunia yang tidak sesuai dengan hukum syariat.
Kyai,
Kyai bebas untuk mementukan pilihan. Kyai juga bebas untuk mendapatkan posisi apapun di negeri ini. Indonesia menganut sistem demokrasi. Semua warga negara mempunyai posisi yang sama di depan hukum. Semua warga negara mempunyai hak yang sama untuk berpolitik.
Hanya saja kyai….
Apakah itu harus mengorbankan izzah Kyai?
Apakah harus dengan menerobos hukum syariat?
Apakah Kyai harus ikut larut dalam hingar bingar suasana kampanye meski bertentangan dengan hukum Islam? Meski bertentangan dengan stempel fatwa MUI? Meski harus bertentangan dengan hati nurani?
Kyai….
Jika saat ini saja, yang masih awal dan belum mendapat kursi kekuasaan apapun, Kyai sudah tidak bisa berkutik, sudah tidak mampu untuk menolak sesuatu yang bertentangan dengan hukum syariat, apakah Kyai yakin kelak tatkala sudah menjadi pemimpin di negeri ini, akan dapat membuat kebijakan yang sesuai dengan hati nurani? Yakinkah Kyai?
Ataukah sesungguhnya Kyai hanya dikorbankan saja? Dimanfaatkan mereka untuk mendulang suara?
Kyai…
Mulailah dengan yang baik. Silahkan berpolitik. Silahkan keliling indonesia untuk kampanye dan turut hadir untuk mendulang suara.
Tapi jika harus mengorbankan hati nurani, mohon lepaskanlah jabatan Kyai sebagai ketua MUI. Serahkanlah kepada orang yang lebih berhak dan mampu menjaga izzah. Berikan kepada para ulama rabbani yang berani menanggung resiko, meski harus mendapatkan tekanan dan dikriminalisasikan.
Lepaskanlah sorban dan kopyah Kyai. Biarlah Kyai menjadi politisi seperti lingkungan kyai saat ini. Sya khawatir, pakaian kebesaran Kyai harus ternoda. Lalu noda itu juga harus ditanggung oleh ulama lain. Nama ulama menjadi jelek karenanya.
Atau, sampaikan kebenaran walau itu pahit. Itu jika kyai bisa bersikap kesatria.
Salam perjuangan Kyai.

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

20 + one =

*