Thursday, April 25, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Ilmu Sebagai Kunci Pembangunan Peradaban Islam Kontemporer

Matan:

اَمَّا بَعْدُ فَاِنَّ الفِرْقَةَ النَّاجِيَةَ (1 (مِنَ السَّلَفِ اَجْمَعُوا عَلَى الإِعْتِقَادِ بِأَنَّ العَالَمَ آُلَّهُ حَادِثٌ خَلَقَهُ االلهُ مِنَ العَدَمِ وَهُوَ اَىِ العَالَمُ) قَابِلٌ لِلفَنَاءِ (2 (وَعَلَى اّنَّ النَّظْرَ فِى الكَوْنِ لِمَعْرِفَةِ االلهِ وَاجِبٌ شَرْعًا (3 (وَهَا نَحْنُ نَشْرَعُ فِى بَيَانِ اُصُولِ العَقَائِدِ الصَّحِيْحَةِ.

 

Kemudian dari pada itu, maka kalangan ummat yang terdahulu, yakni mereka yang terjamin keselamatannya (1), mereka telah sependapat atas keyakinan bahwa seluruh ‘alam seluruhnya mengalami masa permulaan, dijadikan oleh Allah dari ketidak-adaan dan mempunyai sifat akan punah (2). Mereka berpendapat bahwa memperdalam pengetahuan tentang ‘alam untuk mendapat pengertian tentang Allah, adalah wajib menurut ajaran Agama (3). Dan demikianlah maka kita hendak mulai menerangkan pokok-pokok kepercayaan yang benar.

 

Syarah:

Kata kunci: لِمَعْرِفَةِ االلهِ (makrifat, pengertian, pengetahuan tentang Allah)

Sebelumnya, bangsa Arab di Makah dan Madinah adalah bangsa pinggiran. Dua kota ini berada di luar poros peradaban dunia. Belum pernah ada sejarah mengenai munculnya sebuah kerajaan di kawasan Mekkah atau Madinah. Kehidupan mereka masih bersuku-suku. Fanatisme golongan sangat kental. Perseteruan antara kabilah seringkali terjadi.

 

Namun semua berubdah dengan datangnya agama Islam. Islam datang membawa risalah ilmu. Bahkan ayat pertama yang diturunkan pun terkait dengan ilmu pengetahuan, yaitu perintah kita agar membaca:

 

اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ ()خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ ()اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ ()الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ ()عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ

Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia, (4) Yang mengajar (manusia) dengan pena. (5) Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-Alaq: 1-5_

 

Membaca maksudnya adalah membaca segala sesuatu, baik yang tertulis atau tidak tertulis. Mambaca artinya memikirkan segala sesuatu yang kiranya dapat memberikan manfaat bagi kita, baik di dunia maupun di akhirat. Jalan terjal menuntut ilmu, merupakan jalan lapang menuju surga. Bahkan para penuntut ilmu, dianggap sama derajadnya dengan para mujahid yang pergi ke medan perang.


وَمَا كَـانَ مِنَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُ كَافّةً فَلَوْلاَنَفَرَمِنْ كُلِّ فَرِقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةً لِيَتَفَقّهُوأ فِى الدّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمُهُمْ اِذأ رَجَعُوْ اِلَيْهِمْ لَعَلّهُمْ يَحْذَرُوْنَ

Artinya: “Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi kemedan perang, mengapa sebagian diantara mereka tidak pergi untuk memperdalam ilmu pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya ” (QS. At-Taubah ayat :122)

 

Nabi Muhammad saw bersabda:

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barang siapa menelusuri jalan untuk mencari ilmu padanya, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim). 

Karena risalah ilmu ini, umat Islam menjadi bangsa besar. Makkah Madinah yang dulu bukan apa-apa, menjadi awal munculnya peradaban yang disegani. Dari dua kota ini, muncullah peradaban Islam yang bahkan kelak umat Islam mampu menggulung dua negara adidaya, yaitu Romawi dan Persia.

 

Semangat untuk menuntut ilmu pengetahuan terus dibawa oleh generasi Islam awal, para sahabat, tabiin, tabiit tabiin dan seterusnya. Masa Abbasiyah, merupakan zaman keemasan bagi peradaban Islam. Berbagai cabang ilmu pengetahuan dapat berkembang dengan pesat, baik terkait dengan ilmu-ilmu keagamaan, sosial maupun eksakta.

 

Namun kondisi ini berubah. Saat ini umat Islam kembali ke pinggir peradaban. Negara-negara maju yang menjadi poros peradaban dunia, dikuasai oleh negara non muslim, baik yang berada di belahan dunia bagian Barat seperti Amerika dan Eropa maupun Timur seperti China, Korea dan Jepang. Umat Islam menjadi penonton dan konsumen di pusara peradaban dunia. Dalam banyak hal, menjadi sekadar menamaki hasil ilmu pengetahuan bangsa lain.

 

Rasa-rasanya sedih ketika kita memandangi ribuan turas Islam yang begitu banyak. Tumpukan buku tersebut, menjadi saksi bisu mengenai kebesaran umat ini di masa lalu. Goresan pena para ulama, masih tersusun rapi di rak-rak buku dan tersebar di berbagai perpustakaan dunia. Ada semacam perasaan miris dalam hati kita. Perasaan bersalah karena kita tidak bisa mewarisi semangat mereka. Emosi dan kemarahan serasa membuncah tatkala melihat umat justru sibuk dengan pertikaian dan peperangan, sementara bangsa lain bersatu mengembangkan ilmu.

 

Begitu besar sumbangsih para pendahulu kita terhadap peradaban dunia. Mereka yang memperkenalkan dasar-dasar logaritma, optic, ilmu bedah, dan bahkan peletak dasar ilmu sosiologi. Kita mengenal Ibn Sina (980 – 1037) sebagai dokter ternama, Al-Khawarizmi (780-850) sang matematikawan, Jabir Ibn- Hayyan (721-815) pakar kimia,  Ibnu al-Nafis (1213 – 1288) bapak fisiologi peredaran darah,  Ibnu Khaldun (1332 – 1406) Bapak sosiolog, Al Zahrawi (936 – 1013) dokter ahli bedah, Ibnu Haitham (965 – 1040) matematikawan, Abu al-Hasan Ali ibn al-Husayn ibn Ali al-Mas’udi  (895 M –  956 M) sang ahli geografi, Syahraztani (1086 M- 1153 M) pakar perbandingan agama, dan masih banyak lagi. Belum lagi jika kita melihat para ulama di bidang keislaman, seperti para imam madzhab, para ahli tafsir, fuqaha, filsuf, mutakallimun, mutashawifun dan lain sebagainya. Ratusan ribu ulama besar tersebar di berbagai penjuru wilayah Islam. Sumbangan keilmuan mereka bukan hanya dirasakan oleh umat Islam, namun juga non muslim.

 

Lantas, mengapa kita sekarang menjadi begini? Dahulu umat Islam, disegani di kancah internasional, mengapa sekarang kita menjadi bulan-bulanan bangsa lain? Dahulu umat Islam secara ekonomi dan militer sangat kuta, mengapa sekarang menjadi bangsa subordinat dan pengembangan ekonomi umat bertumpu pada hutang luar negeri? Mengapa dunia Islam menjadi negara yang penuh dengan persoalan? Mengapa kita menjadi bangsa subordinat? Tidak mampukan kita independen dan tegak berdiri di atas kaki sendiri? Bukankah kekayaan alam dan kebutuhan manusia, ada dan tersebar belahan bumi negara-negara muslim? Mengapa tidak da persatuan dan saling membantu satu sama lain, yang sesungguhnya saling membutuhkan? Bukankah agama kita sama, kiblat kita sama, kitab suci kita sama? Bukankah persatuan dan kerjasama merupakan ajaran orisinil kitab suci?

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا

Artinya: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang  yang bersaudara. (QS Ali Imran:103)

وَأَنَّ هذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَالِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa. (QS Al An’am:153).

ۘ وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (QS. Al-Midah:2)

Memang kita bangga dengan kehebatan para ulama terdahulu karena kemampuan mereka dalam rangka mencari berbagai solusi alternatif terhadap persoalan umat yang ada di zamannya. Kita bangga dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi  yang telah dihasilkan oleh para ilmuan muslim. Namun, apakah arti sebuah kebanggaan jika dalam realita dan fakta kehidupan saat ini, kita tidak mampu meneladani mereka? Bahkan kita terpecah belah dan tercerai berai? Bahkan di banyak negara Islam, justru terjadi perang saudara seperti Suriah, Libia, Irak, dan lainnya?

Kadang muncul sebuah pertanyaan besar, sebenarnya apakah yang salah dari umat Islam ini? kitab suci yang mereka baca, sama dengan kitab suci yang kita baca. Hadis nabi yang mereka pelajari, juga sama dengan hadis nabi yang mereka pelajari. Lantas, di mana letak perbedaannya?

 

Ternyata, perbedaan terletak dari sisi pengamalan dan penghayatan atas dua pusaka yang ditinggalkan oleh kanjeng nabi, yaitu kitab suci dan sunnah nabi. Generasi awal sangat menjunung ilmu pengetahuan dan menerapkan berbagai nilai norma yang ada dalam kitab suci dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Mereka sangat percaya diri dengan risalah Islam. Mereka tidak pernah merasa minder dengan bangsa-bangsa lain. Bahkan bangsa lain yang akhirnya banyak yang nyontek dan berguru kepada umat Islam.

 

Semangat ilmu harus ditumbuhkembangkan. Bangsa yang maju adalah bangsa yang menghomati perkembangan ilmu pengetahuan. Selama ilmu pengetahuan masih terpinggirkan, selama itu pula mimpi untuk membangun peradaban Islam modern sulit terwujud. Keterpurukan itu harus diakhiri. Kita harus memulai dari sini, dari ilmu pengetahuan.

 

Umat Islam tidak harus memulai dari nol. Untuk ilmu-ilmu sosial keagamaan, para ulama telah meninggalkan warisan intelektual yang luar biasa. Umat Islam juga bias memanfaatkan ilmu pengetahuan yang sudah berkembang pesat saat ini. Jika umat Islam terdahulu tidak alergi dengan menukil dan menerjemahkan karya bangsa lain, maka tidak mengapa pula umat ini mengambil manfaat dan faedah dari kemajuan ilmu pengetahuan bangsa lain. Tinggal bagaimana kita mengesplorasi warisan intelektual ulama kita, mengambil ilmu-ilmu modern, untuk kemudian kita sesuaikan dengan konteks kehidupan Islam kontemporer. Persoalan umat yang belum ada jawabannya menjadi ladang ijtihad bagi ulama kontemporer untuk mecarikan solusinya agar tetap sesuai dengan al-Quran dan Sunnah.

 

Menjadi tugas ilmuan untuk bisa menguasai “titik akhir” perkembangan ilmu pengetahuan modern. Dari sana lantas umat dapat maju melangkah dalam berbagai medan keilmuan guna pengembangan sains dan tegnologi modern. Tentu bukan hanya terkait ilmu eksakta, namun juga ilmu sosial keagamaan lainnya. Ini menjadi tugas berat kerja besar, dan kerja cerdas. Perlu penyadaran dan pembibitan sejak dini. Dengan demikian, mimpi kita untuk menjadikan Islam sebagai poros peradaban bisa terwujud.

 

===========

Bagi yang hendak wakaf tunai untuk pembangunan Pondok Modern Almuflihun, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +20112000489

 

 

 

 

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

15 − twelve =

*