Saturday, April 20, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Ijtihad Maqashidi Tidak Merujuk Target Pembangunan SDM Versi PBB

dfsahhj

Sebelumnya pernah kami sampaikan terkait dengan kerangka berfikir dalam ijtihad maqashidi. Di situ kami sampaikan bahwa standar daripada ijtihad maqashidi, atau berfikir dalam kerangka maqashid syariah bertumpu pada maslahat. Hanya saja, maslahat yang menjadi timbangan dan standar adalah maslahat seperti yang sudah digariskan oleh al-Quran dan sunnah nabi. Jadi, bukan maslahat atas pertimbangan subyektif manusia. Terlebih lagi merujuk pada target penggunaan sumber daya manusia (SDM) versi Barat. Juga tidak merujuk pada hasil-hasil dari konferensi Hak Asasi Manusia (HAM).

Hal ini mengingat manusia sering mengedepankan ego dan juga terpaku pada maslahat pribadi dan golonganya saja. Juga mausia sering menggunakan pertimbangan maslahat yang sifatnya materialistik dibanding dengan maslahat inmateri, atau maknawi. Sering juga mausia mengedepankan maslahat duniawi dibandingkan dengan ukhrawi.

Jadi, kerangka berfikir maqashidi bukan seperti maslahat subyektif tadi. Akal pemikiran seseorang dalam kerangka ijtihad maqashidi merupakan kerangka berfikir yang tetap mengacu pada spirit dan tujuan utama diturunkannya hukum syariat. Maslahat dalam kerangka ijtihad maqashidi merupakan maslahat yang sifatnya komperhensif dengan melihat dari semua sisi kehidupan manusia demi maslahat manusia di dunia dan akhirat.

Berdasarkan pada standar dan rambu-rambu yang jelas dari hukum syariat, kerangka berfikir dalam ijtihad maqashidi akan selalu berputar dan berkisar di sekitar nas. Jadi, naslah kiblat dari pemikiran akal maqashidi. Nas menjadi imam, sementara pemikiran manusia menjadi makmum. Kerangka berfikir dalam ijtihad maqashidi tidak akan pernah mendahului nas atau melampaui nas. Ia benar-benar makmum yang sifatnya mengikuti semua aktivitas dan pergerakan imam (hukum syariat).

Akal sepenuhnya tunduk dengan hukum syariat. Akal menjadi komandi dari hawa nafsu dan sifat ego manusia. Jadi, daam kerangka berfikir ijtihad maqashidi, tidak ada justifikasi ijtihad sementara tujuan utamanya adalah kepentingan subyektif. Sikap seperti ini bukan pribadi dan karakter dari pelaku ijtihad maqashidi.

Belakangan ini sering sekali kita menerima berbagai “ijtihad abal-abal”, yang mengklaim sebagai pengikut kerangkan ijtihad maqashidi, namun pada dasarnya sebagai wujud subordinat dari pemikiran Barat. Standar dari kerangka maqashid bukan lagi standar seperti yang telah dirumuskan dan diletakkan oleh para ulama klasik, namun mengacu pada hasil konferensi Hak Asasi Mmanusia model Barat dan berbagai keputusan yang dihasilkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Bagi mereka ini, ilmu maqashid, dianggap sebagai ilmu yang sifatnya humanisme dan berpihak pada sisi kemanusiaan berdasarkan maslahat manusia. Lagi-lagi, maslahat di sini dengan standar HAM dan keputusan PBB.

Berbagai produk ijtihad dalam kerangka maqashidi dimaknai sesuai dengan kepentingan mereka. Maka, melindungi agama diterjemahkan sebagai kebebasan beragama, melindungi akal diterjemahkan dengan kebebasan berfikir, melindungi kehormatan diterjemahkan sebagai kebebasan berinteraksi dengan sesama manusia dan demikian seterusnya.

Pokok-pokok pemikiran maqashid syariah seperti yang sudah digariskan oleh ulama kita terdahuu dianggap using dan perlu direformasi. Dalam memahami maqashid shariah ini pun menurut mereka, menggunakan perspektif maqashid kontemporer yang bernuansa pengembangan (tanmiyah/ development) dan pemuliaan Human Rights (‘Hak-hak Asasi’) daripada maqashid yang bernuansa ‘protection’ (penjagaan) dan preservation (‘pelestarian’). Menurut mereka, penggunaan metode kontemporer ini akan mendorong isu ‘pengembangan sumber daya manusia’ sebagai salah satu tema bagi kemaslahatan publik masa kini. Konsekuensi dari penggunaan metode kontemporer ini, realisasi maqasih dapat diukur secara empiris melalui metode ilmiah dan merujuk pada ‘target-target pembangunan SDM versi PBB atau lembaga lain yang kredibel.

Ijtihad dalam kerangka berfikir maqashidi tentu sah-sah saja. Hanya saja, rumusannya juga harus berdasarkan pada kajian induktif terhadap nas al-Quran dan hadis Rasulullah saw. Tidak bisa kerangka dalam ijtihad maqashidi hanya berdasarkan pada pemikiran manusia secara subyektif lepas dari kajian induktif terhadap nas, apalagi sekadar mengacu dari produk Barat. Sikap seperti ini bukan mengembangakn kerangkan berfikir maqashidi, namun justru menghancurkan ilmu maqashid itu sendiri.

Kerangka berfikir maqashidi menajdi kerangka berfikir yang liberal. Pada akhirnya, reformasi atas kerangka berfiikir maqashidi sekadar pembaratan ilmu-ilmu keislaman. Ijtihad maqashidi menjadi gambaran atas inverioritas terhadap peradaban Barat. Tidak heran jika kemudian kerangka berfikir ijtihad maqashidi tersebut sangat rancu dan acapkali bertentangan dengan nas.

Terma maqashid seperti yang mereka dengungkan tersebut, selain mengacaukan kerangka berfikir maqashidi, juga akan membuat bingung masyarakat. Ia dapat menimbulkan kegamangan berfikir terutama bagi mereka yang tidak akrabdengan ilmu maqashid. Terminologi yang dipakai adalah terminologi ilmu maqasid, namun maknanya bukan dari maqashid. Makna telah dirubah sesuai dengan pemikiran Barat.

Dari model maqashid terbaratkan ini, tidak heran jika kemudian menghasilkan kota Islami yang sangat kontraversi. Kota islami yang diklaim menggunakan kerangka maqashid, namun tidak menggunakan variable terpenting dalam ilmu maqashid, yaitu melindungi agama, jiwa, akal, harta dan kehormatan sesuai dengan standar yang telah diletakkan para ulama terdahulu. Pada akhirnya, kerangka maqashid sarat dengan nilai keduniawiyahan dan jauh dari nilai ukhrawi. Wallahu a’lam

Bagi yang ingin wakaf tunai untuk pembangunan Pondok Modern Almuflihun, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +201120004899

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

16 − nine =

*