Thursday, April 25, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Hukum Wali Perempuan dalam Akad Nikah

Nikah_Masal_2011_1 Para ulama dai kalangan madzhab Syafi’i dan Hambali berpendapat bahwa wanita tidak boleh menjadi wali. Hal ini didasari dari firman Allah Swt.:

 

وَأَنكِحُوا الْأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

 

Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (kawin) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur:32)

 

Allah Swt. juga menegaskan dalam firman-Nya:

 

وَلاَ تَنكِحُواْ الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ

 

Artinya: Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman

 

Dua ayat tadi menegaskan bahwa laki-laki yang hendaknya menjadi wali dalam akad nikah, dan bukan perempuan. Alasan lain, karena laki-laki bisa menikahi banyak wanita, sedangkan wanita tidak layak menikahi banyak laki-laki. Secara adat dan tradisi, laki-laki juga umum menjadi wali dalam akad nikah. Laki-laki diangap lebih pantas karena mereka dapat memberikan penilaian secara lebih baik mengenai calon pasangan sehingga mereka lebih layak untuk dijadikan sebagai wali nikah.”[1]

 

 

 



[1]               Mengenai wali pernikahan, selengkapnya lihat, Habdul Halim Muhammad Abu Syaqqah, Tahrîru al-Mar’ati fî ‘Ashri al-Nubuwwati, Dâr al-Qalam li al-Nasyr wa al-Tauzî’, vol. V, cet. VI, 2002,  hal. 70

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

19 − 13 =

*