Thursday, April 25, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Himpunan Putusan Tarjih Bab Iman Itu Ditinggalkan Jamaah Muhammadiyah?

Beberapa waktu ini, saya membaca-baca ulang Bab Iman di Himpunan Putusan Tarjih (HPT) Muhammadiyah. Saya banding-bandingkan dengan beberapa pemikiran Islam di kitab klasik. Saya menemukan banyak kesamaan konsep dengan para ulama kalam, khususnya Asyariyah dan sebagian juga sama dengan pendapatnya Ibnu Rusyd dari kalangan filsuf muslim. Lalu saya kopmparasikan dengan tauhid konsep Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab. Saya menemukan terdapat perbedaan mencolok yang sulit dikompromikan.

Banyak kata-kata kunci di HPT, yang tidak ada, berbeda, atau ditolak oleh Tauhid Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab, seperti soal al firqah annajihah yang berbeda antara HPT dengan konsep Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab. Atau soal hudusul alam, dalilul hudus, kewajiban nazhar, kewajiban yang dilandasi oleh syariat, takwil dan tafwidt, al-kasb bagi hamba, hadis mutawatir dalam akidah, dan lainnya yang semua itu bertolak belakangn dengan konsepnya Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab.

Kata-kata kunci di HPT memang sangat ringkas dan butuh keterangan mendetail. Tanpa itu, pembaca akan kesulitan untuk dapat memahaminya. Kata kunci tadi banyak yang terkait erat dengan ilmu kalam dan filsafat. Maka untuk memahami HPT bab Iman, harus pula diajarkan materi ilmu kalam dan filsafat. Tentu untuk belajar kalam dan filsafat, butuh piranti pendukung, yaitu ilmu mantik.

Titik poinnya, HPT bab iman itu harus diajarkan dan jadi diktat resmi bagi jamaah Muhammadiyah. Memang ada kendala tadi, yaitu soal bahasan yang sangat ringkas dan hanya menggunakan kata-kata kunci saja. Namun hal itu dapat diatasi dengan menysarah HPT. Terkait syarah ini, ada beberapa cara yang bisa dilakukan:
Pertama, Menjadikan HPT Dikat utama, sementara syarah menggunakan buku pendukung yang satu aliran, yaitu kitab-kitab madzhab Asyari. Jika ini yang dilakukan, tidak perlu membuat buku baru. Tidak pula merumuskan dari awal, karena di kalangan madzhab Asyari, konsep pembelajaran seperti ini sudah sangat lengkap dari jenjang pendidikan paling dasar, hingga paling tinggi. Sekadar contoh, kitab al-kharidah al-bahiyyah dan akidatul awam, bisa dijadikan sebagai diktat untuk pemula (siswa SDM/MIM). Untuk SMP, bisa menggunakan syarah akidatul awal yaitu kitab Nuru Azhalam karya imam nawawi al-Bantani. Untuk SMA, naikkan lagi dengan kitab Syarhu As-Sanusiyah al-Kubra, kuliah S1 menggunakan kitab Al-Iqtishda fil I’tiqad karya ghazali, S2 menggunakan kitab syarhul maqashid karya Jurjani, S3 penelitian. Atau S3 juga bias menggunakan kitab al-Mathalib al-Aliyah karya arrazi yang ditulis hingga 9 jilid itu.

Itu sekadar contoh saja. Masih banyak kitab-kitab madzhab Asyari yang mempunyai tingkatan-tingkatan pendidikan sangat rapi seperti di atas. Hal ini bisa dimaklumi, karena madzhab Asyari sudah ratusan tahun dan pemikiran mereka sudah sangat matang. Para ulama juga sudah meletakkan kitab sesuai dengan kadar kemampuan siswa. Banyak kitab-kitab tersebut yang ditulis, sengaja untuk menjadi diktat dalam pondok pesantren atau universitas Islam terkemuka pada zamannya.

Kedua, mensyarah secara independen apa yang sudah ada dalam kitab HPT dan disesuaikan dengan kebutuhan. Rujukanya dengan menggunakan kitab-kitab yang sepaham dengan HPT. Dalam hal ini, tentu kitab-kitab madzhab Asyari. Ini juga bisa disesuaikan dengan level pendidikan masing-masing. Idelanya memang ada Tim yang membidani hal ini, khususnya tim dari pontrenMu.

Apakah HPT tidak sistematis? HPT sesungguhnya sudah sangat sistematis. Memang sistem kajiannya berbeda dengan model yang umum digunakan oleh kalangan ulama Wahabi, sehingga susunannya berbeda. Teks dan susunan HPT, lebih dekat dengan madzhab Asyari. Orang yang terbiasa dengan kitab madzhab Asyari, tidak kaget dengan sistematis penulisan HPT. Namun bagi mereka yang tidak biasa dengan kitab madzhab Asyari, dan lebih sering berinteraksi dengan kitab Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab, maka akan merasa aneh dan asing. Bahkan mungkin akan mengklaim bahwa penulisan bab akidah di HPT, tidak sistematis.

Sangat disayangnya jika diktat di PontrenMu, Sekolah Muhammadiyah, PTM, jamaah Muhammadiyah justru meninggalkan HPT dan mengambil manhaj lain yang dimarjuhkan oleh Majelis Tarjih. JIka oleh lembaga resmi, HPT tidak digunakan dan dibumikan, kepada siapa HPT harus diajarkan? Apakah kita berharap kepada mereka yang berada di luar Muhammadiyah? Lalu untuk apa ada munas tarjih yang menghabiskan uang milyaran, jika hasil dari keputusan tersebut, tidak dilaksanakan dan bahkan ditinggalkan?

Harapan saya, apa yang saya risaukan ini, sekadar kegalauan pribadi saja. Semoga di lapangan, konsep tauhid di HPT menjadi diktat dan diajarkan bagi para jamaah Muhammadiyah. Semoga sudah ada buku yang memberikan keterangan secara mendetail dan menyesuaikan level sehingga dapat dijadikan sebagai acuan bagi pendidikan di Muhammadiyah. Wallahu a’lam

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

20 − 12 =

*