Saturday, April 20, 2024
Artikel Terbaru
 border=
 border=

Hak Asasi Manusia Antara Doktrin Islam dan Tendensi Politik Global

hamHak merupaka tanggungan yang layak diperoleh bagi manusia. Dalam Islam, manusia berhak menerima tanggungan sejak ia masih berbentuk janin dalam kandungan sang ibu. Hanya saja, hak yang diperolehnya tidak penuh sebagaimana manusia yang sudah terlahir di dunia. Dari satu sisi, jani memang bagian dari sang ibu. Ia bernafas bersama dengan desah nafas sang ibu, ia berjalan bersama dengan langkah kaki sang ibu, ia makan dan minum juga bergantung pada sang ibu.

Namun di sisi lain, janin merupakan satu kesatuan yang terpisah dari sang ibu. Ia berhak untuk hidup. Dari sini Islam mengharamkan aborsi yang merupakan bentuk dari pembunuhan terhadap janin. Ia juga berhak untuk mendapatkan penghidupan dengan memperoleh berbagai kebutuhan makan dari sang ibu. Bahkan dalam Islam seorang ibu yang sedang mengandung dibolehkan untuk tidak berpuasa jika itu dapat mengganggu eksistensi kehidupan janin. Lebih dari itu, ia dapat memperoleh hak waris, wakaf dan wasiat.

Ketika bayi terlahir, ia berhak untuk mendapatkan susuan (radhâ’ah) dan segala perawatan lainnya. Seiring dengan kedewasaan sang anak, hak yang diperolehnya semakin sempurna. Ia berhak untuk mendapatkan perawatan, pendidikan, nafakah dll. Dan ia akan mendapatkan hak secara sempurna ketika sampai pada akil baligh.

Di bawah ini, penulis hanya akan mencantumkan dua hak yang harus diperoleh manusia sebagaimana tertera dalam ajaran agama Islam. Dua point tersebut adalah hak hidup dan hak mendapatkan kebebasan.

Selanjutnya, penulis akan sedikit menyinggung mengenai hak asasi manusia yang belakangan hanya dijadikan sebagai alat politik negara-negara besar untuk mengendalikan percaturan politik global.

Hak hidup

Firman Allah: “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” QS al-Maidah: 32

Ayat di atas menerangkan secara gamblang bagaimana Islam memandang eksistensi kehidupan manusia. Kaitannya dengan kehidupan, Islam tidak diskriminatif. Manusia dengan berbagai latar belakang agama dan suku bahasa memiliki hak hidup yang sama. Bahkan dalam negara Islam, kafir zhimmiy berhak mendapat jaminan keamanan demi kelangsungan kehidupannya dalam negara bersangkutan. Siapapun yang mengganggu kafir zhimmi, dianggap sama statusnya dengan mengganggu Rasulullah, sebagaimana tertera dalam sebuah hadits. Pembunuhan adalah haram, apapun dalihnya. Pembunuhan hanya dibolehkan dalam kondisi tertentu, seperti dalam peperangan, atau karena hukuman atas kejahatan tertentu.

Hak hidup dapat dibagi menjadi dua: pertama hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Kedua: Hak untuk mendapatkan perlindungan agar eksistensi kehidupan yang bersangkutan tidak terganggu.

Untuk yang pertama, Islam mewajibkan negara untuk memberikan jeminan kehidupan bagi warganya. Negara harus menyiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan peningkatan ekonomi warga negara, baik dengan membuka lapangan pekerjaan, sampai pada pemberian santunan bagi mereka yang sama sekali tidak mampu bekerja. Santunan wajib tersebut didapat dari hasil zakat, atau dana lain dari baitul mal muslimin. Disamping tugas negera, jaminan kesejahteraan hidup juga dibebankan kepada kerabat terdekat dan orang-orang kaya. Orang tua wajib memberikan hak nafaqah kepada anak dan istrinya, juga kepada keluarga dekatnya yang tidak mampu. Sementara orang kaya diberi beban zakat (QS. Annisâ: 36, al-Baqarah: 43)

Untuk bagian kedua, yaitu hak mendapatkan perlindungan atas eksistensi kehdiupannya, Islam meletakkan beberapa jaminan, diantaranya adalah: memberikan hukuman mati (qishâsh) bagi mereka yang membunuh seseorang dengan sengaja. Secara sepintas seaklan hukuman tersebut terkesan kejam dan barbari, namun justru di sinilah letak dari keadilan Islam. Ruh dalam pandangan Islam memiliki nilai yang sangat tinggi. Ruh manusia adalah milik Allah, dan hanya Ia yang berhak untuk mengambilnya. Maka barang siapa yang membunuh tanpa ada alasan yang jelas, keluarga korban berhak untuk menuntut hukuman mati kepada pembunuh. (QS. al-Isra’:33)

Hak mendapakan kebebasan

Tuhan memberikan manusia akal agar dengannya manusia dapat berfikir dan mendapatkan petunjuk dalam mengarungi batera kehidupan. Akal dalam perspektif Islam menempati posisi yang sangat terhormat, karena dengan akal tersebut Tuhan memberikan beban hukum kepada manusia. Islam mengharamkan segala sesuatu yang dapat menghalangi eskistensi akal manusia. Karena sesungguhnya Islam menginginkan agar manusia selalu berfikir dan menggunakan akalnya demi kelangsungan kehidupan sesuai dengan jalan yang telah digariskan Tuhan.

Karena akal merupakan sentral pemikiran manusia, maka secara otomatis Islam juga memberikan jaminan terhadap kebebasan berkepresi yang merupakan bagian dari hasil kinerja akal. Kebebasan berekspresi dapat berlaku dalam berbagai lingkup kehidupan, diantaranya adalah:

a. Kebebasan berpolitik

Kebebasan politik dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, pertama bebas mendapatkan hak untuk mengemban amanah politik, atau mendapatkan jabatan dalam kancah politik. Kedua: bebas untuk mengeluarkan pendapatnya dalam memberikan pengawasan terhadap jalannya politik suatu bangsa.

Pemimpin dan kepemimpinan adalan sesuatu yang sangat urgen. Namun pemimpin bukanlah orang yang memiliki hak mutlak untuk menentukan jalannya roda pemerintahan sesuai dengan kepentingan pribadi. Pemimpin, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Khaldun sesungguhnya hanyalah wakil rakyat yang ditugasi untuk mengatur kelangsungan kehidupan bernegara demi kepentingan agama dan dunia sekaligus. Maka acuan dasar seorang pemimpin adalah etika ketuhanan sebagaimana termaktub dalam al-Quran dan Assunnah. Kepentingan bangsa dan negara jauh di atas kepentingan prinadi. Jaminan kesejahteraan rakyat menjadi tanggung jawab yang tidak ringan. Ia juga harus bersikap adil terhadap siapapun tanpa memandang keturunan ataupun jabatan individu. Karena tugas seorang pemimpin yang sedemikian berat, maka Islam meberikan jaminan syurga bagi seorang pemimpin yang mampu bersikap adil.

Rakyat sebagai warga yang mengakat seorang pemimpin berhak untuk mengawasi dan meluruskan perjalanan politik negara agar selalu sesuai dengan cita-cita agama. Dalam Islam, pengawasan tersebut disebut sebagai amal ma’ruf dan nahi munkar. Pengawasan ini tentunya akan efektif jika negara memberikan jaminan kebebasan kepada warganya untuk mengeluarkan pendapatnya sebagaimana mestinya. Kediktatoran dan pengekangan terhadap indifidu atau kelompok tertentu sungguh bertentangan dengan tujuan awal pemerintahan.

b. Kebebasan berfikir

Disamping kebebasan berpolitik, Islam juga memberikan jaminan terhadap kebebasan berfikir. Dengan ini, maka ilmu pengetahuan dapat berkembang dengan pesat. Implikasi selanjutnya adalah perkembangan peradaban Islam itu sendiri.

Kebebasan berfikir dalam Islam dapat dilacak dari sejarah perkembangan Islam masa lalu. Berbagai aliran pemikiran, dari fiqh, ilmu kalam, filsafat sampai pada ilmu-ilmu eksakta dapat tumbuh subur dalam naungan pemerintahan Islam. Bahkan dalam fiqh, satu permasalan terkadang mempunyai puluhan ketetapan hukum yang berbeda-bed, bergantung kepada pandangan dan argumentasi mujtahid. Berbagai madzhab fiqh dapat eksis, sementara toleransi terhadap pandangan ulama lain yang berbeda tetap dapat dijaga. Dalam ilmu kalam berkembang berbagai aliran, dari Muktazilah yang memberikan porsi akal di atas nash, sampai pada aliran Alhlusunnah yang menempatkan nash di atas akal manusia. Perkembangan intelektual Islam klasik tersebut tidak akan lepas dari kebebasan berfikir yang mendapatkan jaminan penuh dalam al-Quran (QS. al-An’âm:50, al-Baqarah: 219-220).

c. Kebebasan beragama

Selain hak mendapatkan kebebasan berfikir, Islam juga memberikan jaminan hak untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Tugas umat Islam hanya menyampaikan dengan argumentasi logis kepada pemeluk lain, namun kepuusan sepenuhnya berada dalam pribadi masing-masing. Islam tetap akan menghormati mereka, meski mereka tidak seagama (QS al-Kâfirûn: 6, Yûnus: 1). Bahkan Islam meberikan berbagai hak kepada pemeluk lain dalam naungan negara Islam.

d. Kebebasan sipil

Yang dimaskud dengan kebebasan sipil adalah kebeasan seorang individu untuk mendapatkan pengakuan dirinya, baik ia sebagai individu atau sebagai kelompok. Ia berhak untuk tinggal di wilayah tertentu, menekuni pekerjaan tertentu dan berpergian ke tempat tertentu. Sebagaimana ia juga berhak untuk menggunakan harta yang ia miliki sesuai dengan kepentingannya sendiri, berhak untuk melakukan transaksi jual beli, akad perjanjian terhadap bisnis tertentu dll.

Islam memberikan kebebasan dan tanggung jawab penuh atas perbuatasn individu kepada yang bersangkutan. Jika individu melakukan pelanggaran, maka hanya yang bersangkutan saja yang berhak untuk menerima hukuman (QS. al-Baqarah: 286).

Tentu saja hak-hak tersebut diatur oleh pemerintah agar tidak disalahgunakan sehingga dapat mengganggu terhadap eksistensi hak orang lain. Sementara acuan perundangan dalam pemerintahan Islam adalah al-Quran dan Assunah.

Hak asai manusia dan tendesi politik global

Pada tahun 10 Desember 1948, Piagam Hak Asasi Manusia (HAM) dideklarasikan PBB. Setelah peristiwa itu, PBB menyeru kepada negara anggota untuk mensosialisasikan piagam tersebut agar dapat direalisasikan dalam tiap-tiap negara. Bentuk sosialisasi dapat berupa pengajaran HAM bagi siswa, atau juga pembentukan lembaga-lembaga tertentu yang dapat mengatur dan mengawasi penerapan piagam dalam satu negara tertentu.

Piagam Hak Asasi Manusia tersebut sungguh mengagungkan. Untuk pertama kalinya dalam sejarah negara-negara dunia mengakui terhadap hak yang dimiliki tiap individu. Meski jika kita runut, sebenarnya pasal-pasal yang terkandung di dalamnya tidak asing dalam dunia Islam. Jauh sebelum itu, Islam telah mengakui hak-hak yang dimiliki tiap manusia.

Namun dalam perjalanannya, pelaksanaan HAM tidak luput dari alur politik negara-negara besar. Sesuatu yang dianggap sebagai tuntutan hak dalam satu negara, namun di lain pihak dianggap sebagai pemberontak dan teroris.

Bagi rakyat Palestina, perlawanan terhadap penjajah Israel adalah tindakan yang dapat dibenarkan. Mereka menuntut haknya agar tanah Palestina yang selama ini direbut bangsa Israel dikembalikan. Namun perlawanan mereka justru dianggap sebagai tindakan teroris, baik bagi Israel sendiri atau Amerika. Pengusiran jutaan warga Palestina, pembantaian tiap saat yang tidak membedakan antara anak-anak, wanita dan orangtua, membumi hanguskan rumah penduduk dan penghancurkan hasil tanam warga Palestina tidak pernah mendapatkan kecaman dari dunia internasional. Upaya menghancurkan masjid suci al-Aqsha dengan membuat terowongan bawah tanah juga tidak dianggap menyalahi hak kebebasan beragama. Bahkan peristiwa tersebut dibenarkan dan dilindungi oleh negara adidaya Amerika.

Apa yang terjadi di bumi Palestina juga tidak jauh berbeda dengan kejadian di Irak dan Afganistan. Amerika dengan kekuatan yang dimilikinya dapat membunuh dan menghancurkan apa saja tanpa ada kecama dunia internasiona. Dengan dalih perang melawan terosis, Amerika berhak untuk interfensi terhadap kedaulatan negara lain.

Amerika dengan mudah mengecam dan mencatat negara tertentu atas pelanggaran HAM. Sementara tudingan pelanggaran tersebut hanya tindakan politik untuk menekan negara bersangkutan agar mengikuti jalur politik Amerika. Hal ini sangat kentara terhadap tudingan Amerika atas pelanggaran HAM di beberapa negara seperti Suria, Sudan, Iran dan Kuba.

HAM yang digembar-gemborkan PBB tidak lebih dari kepentingan politik global. Tatanan dunia yang hanya satu kutub diarahkan untuk mengikuti jaur politik Amerika. Dari sini maka HAM menjadi kabur. HAM yang semestinya merupakan nilai dan norma yang sangat dijunjung manusia menjadi onggokan sampah ketika berhadapan terhadap tatanan politik yang berbeda. Jika memang demikian, apakah Piagam Hak Asasi Manusia yang berada dalam naungan PBB masih dapat dipertanggungjawabkan?

Comments

comments

 border=
 border=

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

6 − 6 =

*