Friday, April 19, 2024
Artikel Terbaru

Ushul Fikih

Iqtidhâ‘u an-Nash (Dilâlatu’l Iqtidhâ’)

Pada prinsipnya, bahwa makna hakikat bahasa atas suatu lafazh adalah bahasa sesuai dengan maksud pembicara.  Maka makna bahasa harus sesuai dengan makna terapan lafazh dalam struktur bahasa. Dengan kata lain, tidak boleh membawa makna bahasa kepada makna metafora karena prinsip makna bahasa adalah makna yang sesungguhnya (haqîqiy). Biasanya pembicara mengungkapkan sesuatu sesuai dengan pemakaian kata dalam struktur bahasa. Makna tersebut ... Read More »

Indahnya Menuntut Ilmu di Masjid Al-Azhar

Al-Azhar merupakan masjid dan universitas. Keduanya menyatu dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Jika universitas merupakan bentuk dari pelajaran formal, maka masjid menjadi pelajaran tidak formal. Di dalamnya  terdapat banyak ruang kelas tempat belajar para santri dari seluruh dunia. Jadwal tersusun rapi dan sangat padat. Pelajaran mulai selepas subuh hingga bakda isya. Semua cabang ilmu keislaman diajarkan, dari fikih dari 4 mazhab, ... Read More »

Apakah Hukum Fikih Bisa Berbeda-Beda?

Dalam sebuah diskusi, ada yang melontarkan pertanyaan berikut: “Bisakan dalam satu teks hukumnya bisa berbeda-beda? Misalnya teks hadits tentang menipiskan kumis dan memelihara jenggot. Menipiskan kumis (sunnah), memelihara jenggot (wajib)?   Untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan di atas, perlu kita ketahui beberapa hal berikut: Dalam menentukan kesimpulan hukum, hendaknya dilihat terlebih dahulu, apakah teks terkait merupakan teks yang qathil wurud ... Read More »

Dilâlah an-Nash

Ulama ushul juga menyebutnya sebagai “fahwa’l khitâb”. Syafi’iyah menyebutnya sebagai  “mafhûm muwâfaqah”. Disebut demikian karena makna yang ditunjukkan oleh lafazh (madlûl lafdz) yang tidak tercantum dalam nash, sesuai dengan makna lafazh ketika diucapkan. Dilâlah al-nash menurut Hanafiyah disebut sebagai dilâlatu al-dilâlah. Dilâlatu al-nas adalah pengertian secara implisit tentang suatu hukum lain yang dipahami dari pengertian nash secara eksplisit (‘ibaratu al-nas) ... Read More »

‘Ibârah an-Nash

Arti ‘ibârah secara bahasa adalah ta’ bîru al-ru’yâ (mengartikan atau menafsirkan mimpi). Lafazh yang menunjukkan makna tertentu disebut sebagai ‘ibârah, karena ia memberikan penafsiran terhadap sesuatu yang tersembunyi dari ungkapan kalimat. Nash secara bahasa adalah menampakkan sesuatu. Dan yang dimaksudkan nash di sini adalah sesuatu yang terlafazhkan dan dapat dipahami dari al-Qur’an atau al-Sunnah baik nash tersebut zhâhir, mufassar, nash, ... Read More »

Pembagian Dilâlah

Dilâlah dibagi menjadi tiga: mutathâbiqiyyah, tadhammuniyyah dan iltizâmiyah. Dilâlah mutathâbiqiyyah adalah petunjuk dari suatu lafazh, persis seperti makna terapan lafazh tersebut.   Contoh: Lafazh  الانسا ن yang berarti manusia. Lafazh الانسان (manusia), memang diterapkan untuk mengidentifikasikan hewan yang berakal.[1] Ketika maksud dari lafazh persis seperti makna terapan lafazh, berarti telah terjadi persamaan (tathâbuq) antara makna dan pemahaman pendengar.   Contoh ... Read More »

Pengertian Dilâlah Lafzhiyyah

Dilâlah adalah kata umum, mencakup dilâlah lafzhiyyah, dilâlah ghairi lafzhiyyah dan dilâlah aqliyyah. Dalam pembahasan ini hanya akan memfokuskan pada dilâlah lafzhiyyah saja. Hal ini dikarenakan dilâlah lafzhiyyah bersentuhan dengan nash secara langsung. Tujuannya adalah mengkaji dan mengungkapkan maksud dan makna lafazh dalam nash. Menurut Asnawi, dilâlah lafzhiyyah adalah lafazh jika diungkapkan akan dapat dipahami suatu makna bagi mereka yang ... Read More »

Dilâlah

Definisi dilâlah Dilâlah adalah suatu petunjuk yang dapat menuntun kita pada pengetahuan tertentu, seperti petunjuk lafazh atas suatu makna, petunjuk isyarat, lambang, kata kiasan, atau akad dalam transaksi tertentu yang menunjukkan pada makna tertentu juga, baik makna tersebut disengaja ataukah tidak, seperti seseorang yang bergerak menandakan bahwa ia masih hidup.[1] Menurut kamus bahasa Muhammad Ridha, dalâlah dan dilâlah adalah isim masdar dari dalla yang artinya sesuatu yang dijadikan ... Read More »

Penyikapi Khitab Muhmal; Komparasi Metode Hanafiyah dan mutakallimûn

Dari paparan di atas, dapat dilihat bahwa antara Hanafiyah dengan mutakallimûn banyak memiliki persamaan. Perbedaan memang ada, namun tidak terlalu banyak. Titik perbedaan berawal dari perbedaan metodologi yang digunakan, perbedaan pandangan terhadap suatu lafazh dan juga perbedaan dalam mencari petunjuk lafazh atas makna tertentu. Hanafiyah menjadikan petunjuk lafazh atas makna selama makna adalah maksud lafazh meski hanya dependen (tab’iyah), mereka ... Read More »

Kedua: Khithâbullah dan Makna Zhahir

Mungkinkah dalam firman Allah atau sabda Rasulullah Saw. terdapat lafazh yang memiliki makna lain yang berbeda dengan makna zhahir nash? Telah menjadi kesepakatan para ulama bahwa firman Allah mungkin saja menggunakan lafazh yang memiliki makna lain dari apa yang tertera dalam lafazh zhahir sekiranya terdapat indikator (qarînah) sebagai petunjuk pada makna yang dimaksud. Indikator tersebut bisa berupa dalil akal seperti ... Read More »