Thursday, March 28, 2024
Artikel Terbaru

Ushul Fikih

Hukum Lafazh Musytarak

Jika dalam nash syarit terdapat lafazh musytarak, maka ketetapan makna harus dilihat terlebih dahulu. Jika makna ganda tersebut satu berasal dari makna bahasa dan yang lain berasal dari makna syariat, maka yang harus didahulukan adalah makna syariat. Contoh lafazh shalat, zakat dan lain-lain. Jika lafazh tersebut memiliki makna ganda, maka yang harus dipakai adalah satu makna saja sesuai dengan indikator ... Read More »

Sebab-sebab Munculnya Lafazh Musytarak Arab

Dalam ungkapan bahasa Arab, terdapat lafazh yang memiliki makna ganda. Para ulama menyebutkan beberapa sebab terjadinya makna ganda dalam satu lafazh sebagai berikut: Perbedaan suku Arab dalam menerapkan dan menggunakan lafazh bahasa. Terkadang satu suku menggunakan lafazh tertentu untuk makna tertentu, sementara suku lain menggunakan lafazh yang sama namun dengan makna yang berbeda. Lafazh dipakai sesuai dengan makna terapan lafazh, ... Read More »

Hukum Takhshishu’l ‘Umûm

Jumhur ulama berpendapat bahwa takhshîshu’l ‘umûm dibolehkan, baik lafazh tersebut berbentuk amr (kata perintah), nahiy (larangan) atau jumlah khabariyah (ungkapan berita). Sementara sebagian ulama berpendapat bahwa takhshîsh tidak diperbolehkan dalam jumlah khabariyah (ungkapan berita). Sebagian lain berpendapat bahwa takhshîsh tidak diperbolehkan dalam amr (kata perintah).   Dalil yang digunakan jumhur ‘ulama Menurut jumhur ulama, bahwa takhshîs dalam jumlah khabariyah (ungkapan ... Read More »

Al-Mukhashshash al-Muttashîl: Ghâyah (Tujuan)

Ghâyah (tujuan) adalah batas akhir dari sesuatu atas ketetapan hukum sebelumnya, serta menafikan ketetapan hukum sesudahnya. Shîghah yang digunakan adalah اٍلى dan حتى  . Kemudian ketetapan hukum sesudahnya harus bertentangan dengan hukum sebelumnya. Ghâyah tersebut dapat berada pada satu kalimat saja, atau terletak setelah beberapa kalimat. Jika ia terletak setelah satu kalimat, menunjukkan bahwa kalimat setelahnya berada di luar ketetapan ... Read More »

Al-Mukhashshash al-Muttashîl: Syarat (Syarth)

Syarth adalah keberadaan masyrûd (sesuatu yang disyaratkan) harus ada dengan keberadaan syarth. Namun syarth ada tidak mengharuskan keberadaan masyrud. Ada beberapa shîghah yang biasa digunakan jumlah syarthiyah, di antaranya adalah اٍن الشرطية, اٍذا, من, مهما, حيثما, أينما,  dan seterusnya.   Contoh: فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّآ آتَيْتُم بِالْمَعْرُوفِ Artinya: “Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut ... Read More »

Al-Mukhashshash al-Muttashîl; Sifat

Sifat di sini adalah sifat ma’nawiyah, bukan hanya na’at yang biasa disebutkan dalam ilmu nahwu. Contoh: حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ الأَخِ وَبَنَاتُ الأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ Artinya: “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang ... Read More »

Al-Mukhashshash al-Muttashîl: Istitsnâ’ (Pengecualian)

Istitsna’ adalah lafazh muttashîl dengan suatu ungkapan kalimat (jumlah). Lafazh tersebut tidak berdiri sendiri, namun dibarengi dengan huruf illa atau huruf istitsnâ’ lainnya. Sesuatu yang ditunjukkan (madlûl) dari kalimat tersebut bukan merupakan makna yang dimaksud dengan sesuatu yang disebutkan dalam kalimat sebelumnya. Lafazh tersebut juga bukan kata sifat, syarth, ataupun ghâyah. Di antara shîghah istitsnâ’ adalah dengan menggunakan huruf اٍلا, ... Read More »

Al-Mukhashshash al-Muttashîl

Al-mukhasshash al-muttashil adalah ungkapan kalimat merupakan bagian dari ungkapan kalimat lain yang tercakup pada lafazh ‘âm. Dengan kata lain, ungkapan kalimat tersebut belum sempurna dan harus dilanjutkan dengan ungkapan berikutnya. Dalam hal ini al-mukhasshash al-muttashil dibagi menjadi beberapa  bagian, diantaranya adalah: Istitsnâ’(pengecualian) Shifah (sifat) Syarth (syarat) Ghâyah (tujuan) Read More »

Mukhashash Munfashil (Mustaqil); Al-‘Urf (tradisi)

‘Al-Urf  (tradisi) dapat dijadikan sebagai mukhasshash ungkapan kalimat yang masih umum.   Contoh: وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan”. (Al-Baqarah 233).   Tradisi memberikan pengkhususan bagi wanita yang tidak biasa menyusukan anak-anaknya.[1]   [1] Ibid. hal. 311-313 Read More »

Mukhashash Munfashil (Mustaqil); Al-‘aql

Al-aql (akal) dapat dijadikan argumentasi dalam memberikan pengkhususan ungkapan kalimat dalam nash yang berkaitan dengan beban syariah. Dalam artian bahwa  ketetapan hukum dalam nash hanya berlaku bagi orang yang berakal saja. Dengan demikian, ketetapan hukum syariah tidak diberlakukan bagi anak kecil dan orang gila. Atau, nash sama sekali tidak ada kaitannya dengan beban hukum (taklif), namun akal memberikan batasan terhadap ... Read More »